Laman

RAWATLAH KLIEN DENGAN HATI YANG CERIA DAN IKHLAS DENGAN PELAYANAN PRIMA!! ]
"Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu maka takutlah ke pada-Nya (Al-Baqarah:235)"

Kamis, 12 Juni 2008

askep ibu hamil dengan TBC

BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon.
Penularan tuberculosis terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah penderita terdapat basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman yang terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru.
Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit ini masih merupakan penyakit rakyat; sehingga sering kita jumpai dalam kehamilan. TBC paru ini dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya.
Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit sekitar dada.
Tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan.
Pada penderita yang dicurigai menderita TBC paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (purified protein derivate) 5u dan bila hasilnya positif diteruskan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X. Pada penderita dengan TBC paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum, untuk membuat dianosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan. Pengaruh TBC paru pada ibu yang sedang hamil bila diobati dengan baik tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Pada janin jarang dijumpai TBC kongenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui oleh ibunya.

II. TUJUAN

A. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah memberikan asuhan keperawatan pada Ibu Hamil dengan TB paru.
B. Tujuan Khusus
o Untuk mengetahui Definisi dan Etiologi TB paru
o Untuk mengetahui Anatomi dan Fisiologi saluran pernapasan
o Untuk mengetahui Patofisiologi
o Untuk mengetahui Penegakan Diagnosa TB paru
o Untuk mengetahui Kompilasi Hasil dan Interpretasi Akhir
o Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada penderita TB paru


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah karena sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon, sedangkan batuk darah (hemoptisis) adalah salah satu manifestasi yang diakibatkannya. Darah atau dahak berdarah yang dibatukkan berasal dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai dari glottis kearah distal, batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekan pembuluh darah tidak luas, sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi.

II. Etiologi

Sebagaimana telah diketahui, TBC paru disebabkan oleh basil TB (Mycobacterium tuberculosis humanis).
· M. tuberculosis termasuk familie Mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus, satu di antaranya adalah Mycobacterium, yang salah satu speciesnya adalah M. tuberculosis.
· M. tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type humanis (kemungkinan infeksi type bovinus saat ini diabaikan, setelah higiene peternakan makin ditingkatkan).
· Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnai secara khusus. Oleh karena itu, kuman ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).
· Karena sebetulnya Mycobacterium pada umumnya tahan asam, secara teoritis BTA belum tentu identik dengan basil TB. Tetapi karena dalam keadaan normal penyakit paru yang disebabkan oleh Mycobacterium lain (y.i. M. atipik) jarang sekali ditemukan, dalam praktek BTA dianggap identik dengan basil TB. Di negara dengan prevalensi AIDS/infeksi HIV yang tinggi, penyakit paru yang disebabkan M. atipic (=Mycobacteriosis) makin sering ditemukan, sehingga dalam kondisi seperti ini, perlu sekali diwaspadai bahwa BTA belum tentu harus identik dengan basil TB. Malahan mungkin saja BTA belum tentu harus identik dengan basil TB, mungkin saja BTA yang ditemukan adalah M. atipic yang menjadi penyebab Mycobacteriosis.
· Kalau untuk bakteri-bakteri lain hanya diperlukan beberapa menit sampai 20 menit untuk mitosis, basil TB memerlukan waktu 12 sampai 24 jam. Hal ini memungkinkan pemberian obat secara intermiten (2 – 3 hari sekali).
· Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap gelombang cahaya ultraviolet. Basil TB juga rentan terhadap panas-basah, sehingga dalam 2 menit saja basil TB yang berada dalam lingkungan basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu 1000 C. basil TB juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70%, atau lisol 5%.

III. Anatomi dan fisiologi

System pernafasan terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, sampai dengan alveoli dan paru-paru. (lihat gambar anatomi saluran pernafasan dibawah ini)
Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama, mempunyai dua lubang/cavum nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk dalam lubang hidung. Hidung dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa.
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan, faring terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana yaitu nasofaring, bagian tengah dengan istimus fausium disebut orofaring, dan dibagian bawah sekali dinamakan laringofaring.
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin), panjang 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa. trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri.
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama kanan dan kiri, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri cabang bronkus yang lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung-ujungnya terdapat gelembung paru atau gelembung alveoli.
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung. Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah rongga dada / kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium kiri. Besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut. sedangkan kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kuranglebih 5 liter.
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh (ekspirasi) yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru .proses pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit ke arah luar, akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara terdorong keluar.
2. Difusi Gas.
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari area yang bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi gas melalui membran pernafasan yang dipengaruhi oleh factor ketebalan membran, luas permukaan membran, komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang berperan penting yaitu alveoli dan darah.
3. Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah). Masuknya O2 kedalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3% yang ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel.

IV. Patofisiologi

Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya.
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru.
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag. Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit, proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan Kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam. Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas.

VI. Penegakan Diagnosa

1. Anamnesis
Keluhan-keluhan seseorang penderita TB sangat bervariasi, mulai dari sama sekali tidak ada keluhan sampai dengan adanya keluhan-keluhan yang serba lengkap. Pada umumnya, keluhan-keluhan ini dapat di bagi menjadi :
· Keluhan umum
Malaise, anorexia, mengurus, cepat lelah.
· Keluhan karena infeksi kronik
Panas badan yang tak tinggi (subfebril) dan keringat malam (agar lebih tepat lebih baik deisebut berkeringat pada waktu subuh, pada jam-jam 02.30 – 05.00, yaitu saat orang sehat tak akan berkeringat). Khusus tentang keluhan keringat malam, walaupun di semua textbook hal ini disebut, untuk Indonesia perlu diperhatikan bahwa keluhan ini baru ada nilai diagnostik, bila pada saat yang sama orang normal pada lingkungan yang sama tidak mengalaminya. Dengan lain perkataan, kalau penderita tinggal di rumah/kamar yang sempit dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat, apalagi kalau ada beberapa orang lain yang tidur di kamar tersebut, pastilah setiap malam semua penghuni kamar itu akan berkeringat. Sebaliknya, kalau penderita tinggal di rumah/kamar dengan ventilasi cukup, apalagi kalau kamar itu dilengkapi AC, tetapi tetap saja berkeringat malam hari, barulah keluhan ini mempunyai nilai diagnostik yang berarti.
· Keluhan karena ada proses patologik di paru dan/atau pleura
Batuk dengan atau tanpa dahak, batuk darah, sesak, dan nyeri dada.
Keluhan-keluhan ini dapat berdiri sendiri ataupun didapatkan bersama-sama. Makin banyak keluhan-keluhan ini didapatkan, makin besar kemungkinan TB.
Departemen Kesehatan dalam pemberantasan TB di Indonesia menentukan anamnesis ‘resmi’ lima keluhan utama, yaitu batuk-batuk lama (lebih dari 2 minggu), batuk darah, sesak, panas badan, dan nyeri dada. Mengingat bahwa TB adalah penyakit menahun, keluhan-keluhan ini akan sudah dirasakan selama beberapa waktu dengan kecendrungan progresif walau agak lambat. Secara khusus, barangkali ada baiknya meninjau sedikit dalam keluhan-keluhan yang berasal dari paru-paru yang sakit.
Batuk-batuk pada TB dapat kering pada permulaan penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi biasanya tak lama kemudian sudah menjadi produktif. Batuk adalah refleks paru untuk mengeluarkan sekret-sekret dan produk-produk proses destruksi paru. Berhubung saat ini begitu banyak obat-obat batuk bebas dengan dextro-metorphan HBr atau derivat codein, mungkin keluhan-keluhan ini tak begitu ditonjolkan penderita, apalagi kalau penderita tersebut merokok, sehingga batuknya dianggap sebagai batuk biasa para perokok. (Khususnya, kalau proses TB hanya menyerang mukosa bronkus saja secara terbatas, y.i. endobronkitis TB, tak jarang batuknya tetap batuk kering saja).
Berbeda sekali dengan batuk darah. Sejak dahulu batuk darah dianggap identik dengan penyakit paru yang memaksa penderita datang ke dokter/mantri/dukun untuk berobat. Darah yang dibatukkan keluar sangat bervariasi, dapat berupa coretan merah (‘bloodstreep/bloodstreak’) pada sputum atau dapat pula profus sampai bergelas-gelas sehingga dapat berakibat fatal karena shock ataupun karena aspirasi dan asfiksi.
Sesak pada penderita TB disebabkan oleh kurangnya jaringan paru yang berfungsi dengan baik (bisa karena destruksi, bisa juga karena atelektasis). Dengan lain perkataan, sesak ini disebabkan oleh gangguan restriksi, sementara lumen bronkeolus tetap terbuka normal. Dengan demikian, tak akan terdengar ‘wheezing’ (yang lazim ditemukan pada penderita asthma dan bronkitis kronis).
Walaupun keluhan-keluhan ini bersifat progresif, lajunya perlahan-lahan dan dapat mencapai bertahun-tahun. Hal ini berbeda sekali dengan karsinoma paru, yang dalam beberapa minggu saja sudah akan tampak kemunduran yang nyata dan progresif.
2. Pemeriksaan Fisik
Di sini juga tidak satu pun gejala yang patognomonis untuk TB. Variabilitas gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penyakit ini sangat besar. Bahkan tidak jarang pada stadium permulaan belum dapat ditemukan hal-hal yang patologis sementara gambaran radiologis dan pemeriksaan sputum sudah menunjukkan adanya penyakit TB.
Pada orang dewasa, biasanya penyakit ini dimulai di daerah paru atas, kanan atau kiri, yang disebut ‘fruh infiltrat’. Pada auskultasi, hanya akan ditemukan ronki basah halus sebagai satu-satunya kelainan pemeriksaan jasmani. Bila proses infiltratif ini makin meluas dan menebal, juga akan didapatkan fremitus yang menguat, dengan redup pada perkusi, suara nafas bronkeal, serta bronkopi yang menguat.
Bila sudah terjadi kavitas, akan ditemukan gejala-gejala kavitas, berupa timpani pada perkusi yang disertai suara napas amforis. Sebaliknya bila terjadi atelektasis, misalnya pada ‘destroyed lung’, suara napas setempat akan melemah sampai hilang sama sekali.
Ronki basah pada umumnya selalu akan didapatkan, mengingat bahwa selalu pula akan terbentuk sekret dan jaringan nekrotik. Makin banyak sekret itu berada, makin kasarlah ronki yang didengar.
Melihat ini semua, makin nyatalah bahwa kelainan-kelainan yang dapat ditemukan pada TB sangat variabel, baik jenis, intensitas, jumlah, maupun tempat ditemukannya (pleiomorfi).
3. Tes Tuberkulin
Sebetulnya tes ini bertujuan untuk memeriksa kemampuan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV), yang dianggap dapat mencerminkan potensi sistem imunitas selular seseorang, khususnya terhadap basil TB. Pada seseorang yang belum terinfeksi basil TB, tentunya sistem imunitas selulernya belum terangsang untuk melawan basil TB. Dengan demikian tes tuberkulin akan negatif. Sebaliknya bila seseorang pernah terinfeksi basil TB, dalam keadaan normal sistem ini sudah akan terangsang secara efektif 3-8 minggu setelah infeksi primer dan tes tuberkulin akan positif (yaitu bila didapatkan diameter indurasi 10-14 mm pada hari ketiga atau keempat dengan dosis PPD 5 TU intrakutan).
Kalau seseorang penderita sedang menderita TB aktif, tes tuberkulinnya dapat kelewat positif (artinya diameter indurasi yang ditimbulkannya dapat melebihi 14 mm). Tetapi kalau proses TB-nya hiperaktif, misalnya TB miliaris, seolah-olah seluruh kemampuan potensi imunitas seluler sudah terkuras habis dan tes akan menjadi negatif.
Selama TB masih endemik di Indonesia, yakni infeksi pada umumnya sudah akan terjadi pada usia yang masih muda sekali, tes tuberkulin sebagai tes diagnostik menjadi kurang berarti. Vaksinasi BCG secara masal juga akan lebih menghilangkan arti tes tuberkulin sebagai sarana diagnostik. Mengingat juga ada begitu banyak faktor bukan TB yang dapat mempengaruhi hasil tes tuberkulin, khususnya di negara-negara seperti Indonesia, tes ini makin kehilangan arti sebagai tes diagnostik.
Faktor-faktor ini adalah penyimpanan bahan tes yang tak memenuhi syarat; gizi yang rendah dengan semua etiologinya, seperti misalnya cacingan, memang kekurangan gizi, dan lain-lain; pemakaian kortikosteroid yang lama; baru sembuh dari penyakit infeksi berat, seperti morbili, dan sebagainya; AIDS; dan lain-lain. Semuanya dapat memberikan hasil negatif palsu.
4. Pemeriksaan Serologik
Tes ini disebut TBPAP (uji Peroksidase-Anti Peroksidase untuk TB paru). Berbeda dengan tes tuberkulin, yang dinilai adalah sistem imunitas humoral (SIH), khususnya kemampuan untuk memproduksi suatu antibodi dari kelas IgG terhadap sebuah antigen dalam basil TB. Tentunya bila seorang belum pernah terinfeksi basil TB, SIH-nya belum diaktifkan. Dengan demikian, tes ini akan negatif. Sebaliknya bila sudah pernah terinfeksi, SIH-nya sudah akan membentuk IgG tertentu tadi sehingga hasil tes akan menjadi positif. Handoyo (1998) mengemukakan bahwa sensitivitas tes ini adalah 98% dan spesifitasnya 94%, namun sampai sekarang di luar negeri tes ini tetap dianggap sebagai pemeriksaan pelengkap belaka, a.l. karena tak dapat menunjukkan penyebabnya di satu pihak dan di pihak lain sensitivitas dan spesifisitasnya dianggap belum baku (ada yang mengatakan hanya 85%.
5. Foto Rontgen Paru
Pertama-tama perlu dikemukakan bahwa fluoroskopi saat ini sudah harus ditinggalkan karena tidak objektif dan selalu tersirat faktor terburu-buru (mengingat bahaya sinar-X). Di samping itu, pemeriksaan ini juga tidak akan meninggalkan dokumen otentik.
Pada stadium permulaan, seperti telah diungkapkan di depan, TB mungkin akan lolos pada pemeriksaan jasmani, tetapi pada pemeriksaan foto paru semua ‘fruh infiltrat’ pasti akan diketahui. Disinilah letaknya kepentingan pemeriksaan foto paru untuk diagnosis dini TB.
Dalam rangka diagnosis diferensial, foto paru dapat memegang peranan yang sangat penting, karena berdasarkan letak, bentuk, luas dan konsistensi kelainan, dapat diduga adanya lesi TB. Juga hanya foto paru yang dapat menggambarkan secara objektif kelainan anatomik paru dan luasnya kelainan. Pemeriksaan ini juga meninggalkan dokumen otentik, yang sangat menentukan untuk evaluasi penyembuhan.
Bagaimanapun besar manfaat pemeriksaan foto paru dalam diagnostik TB, selalu harus diingat adanya faktor-faktor yang membatasi makna diagnostiknya, sebagai berikut :
· ‘The human factor’, yaitu adanya variasi individual dokter yang menginterpretasikannya.
· Adanya organ-organ lain dalam rongga dada, sehingga 20-25% paru akan terlindung oleh organ lain dan tak akan tampak pada foto PA biasa.
· Gambaran penyakit TB yang begitu pleiomorfik, sehingga diagnosis diferensialnya meliputi puluhan penyakit paru lain.
· Adanya kasus-kasus TB dengan sputum BTA positif tetapi dengan foto paru yang normal atau dengan gambaran penyakit paru lain yang bukan TB.
Pada umumnya kelainan-kelainan yang dapat dijumpai pada foto paru seorang penderita TB akan bervariasi mulai dari suatu bintik kapur, garis fibrotik, bercak infiltrat, penarikan trakea atau mediastinum ke sisi yang sakit, kavitas, sampai ke gambaran atau atelektasis. Kelainan-kelainan ini dapat berdiri sendiri, tetapi dapat pula ditemukan bersama-sama. ‘Destroyed lung’ merupakan contoh khas dalam hal ini. Pada keadaan ini, ditemukan sekaligus atelektasis, kavitas, dan fibrosis dengan penarikan-penarikan mediastinum ke sisi yang sakit (DOUMA, 1980). Yang diartikan dengan ‘vanishing lung’ ialah adanya suatu kavitas teramat besar dalam suatu paru sehingga boleh dikatakan seluruh paru tersebut telah berubah menjadi suatu kavitas.
Untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan dan pleiomorfi ini, bilamana dihadapkan pada keraguan-keraguan, hendaknya kita secepatnya melaksanakan pemeriksaan tambahan, misalnya foto dari samping, toplordotik, sampai CT scan, bronkoskopi, serta ulangan foto setelah beberapa saat.
6. Pemeriksaan Sputum (sekret bronkus, bahan aspirasi cairan pleura, dsb.)
Tentang pemeriksaan mutakhir dengan Polymerase Chain Reaction, pada kesempatan ini tidak akan dikupas karena mengingat sangat mahalnya dalam waktu dekat akan mustahil dikerjakan di Indonesia. Teknik pemeriksaan sputum sekarang ini bermacam-macam, tetapi pada dasarnya hanya berkisar pada pemeriksaan mikroskopis, pembenihan, dan tes resistensi. Selain sputum, spesimen lain yang harus diperiksa ialah sekret bronkus yang dikeluarkan dengan bronkoskop, bahan aspirasi cairan pleura, dan getah lambung (sebelum makan pagi).
Dengan demikian pada hakekatnya ada kemungkinan sebagai berikut :
· Mikroskopik akan menghasilkan BTA (Basil Tahan Asam) (+) atau (-)
· Perbenihan akan menunjukkan hasil hasil (+) atau (-)
Walaupun secara teoritis, BTA (+) masih mungkin bukan Mycobacterium TB, melainkan dapat juga Mycobacterium atipik, karena kemungkinan ini sangat kecil, dalam prakteknya dapat diabaikan, sehingga BTA (+) dapat dianggap sebagai Mycobacterium TB (+).
Tentunya nilai tertinggi pemeriksaan sputum adalah hasil pembenihan yang positif, artinya yang tumbuh ialah basil TB yang sesungguhnya. Namun sayang sekali pembenihan ini tidak dapat dikerjakan di semua laboratorium di Indonesia. Di samping itu, pemeriksaan ini cukup mahal dan memakan waktu 3 minggu.
Oleh karena itu, diambil praktisnya, sekali sputum BTA (+) sudah dianggap cukup untuk menentukan dianosis TB dan sudah dapat dibenarkan pemberian pengobatan spesifik dalam rangka penyembuhan penderita yang bersangkutan.


VII. Kompilasi Hasil dan Interpretasi Akhir

Dari semua hasil yang telah disebutkan akan timbul kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut :
· Klinis (anamnesis dan pemeriksaan jasmani) (+) ataupun (-)
· Foto rontgen paru (+) ataupun (-)
· Sputum BTA (+) ataupun (-)
Bila hanya klinis saja yang (+), maksimum hanya dapat dikatakan sebagai tersangka (suspec) TB saja, sehingga secara teoritis belum dibenarkan terapi spesifik. Tentunya, dalam hal ini, dokter yang menanganilah yang berkewajiban menanggulangi/menyempurnakan pemeriksaan diagnostik semaksimal mungkin, di samping memikirkan kemungkinan-kemungkinan non-TB lainnya. Dengan demikian, diagnosis tepat dan terapi yang semestinya tidak terkatung-katung. Tetapi bila fasilitas pemeriksaan foto rontgen paru dan laboratorium tidak tersedia, hendaknya dokter tetap berani menegakkan diagnosis TB hanya berdasarkan temuan-temuan klinis saja.
Bila hanya klinis (+) dan foto (+), walaupun sputum telah diperiksa 3 kali tetapi selalu BTA (-), masih dapat dibenarkan penentuan diagnosis TB dan dibenarkan pemberian terapi spesifik (WHO, 1991). Kasus ini dianggap sebagai kasus yang belum menular.
Apabila hanya foto saja yang (+), dalam bidang pemberantasan TB, penderita yang bersangkutan tak lebih dari seorang tersangka saja. Sputum harus diperiksa berulang kali, sehingga begitu didapatkan (+), dapat segera disembuhkan dengan tuntas. Dalam pelayanan kesehatan perorangan, hendaknya diagnosis TB benar-benar diperkirakan kembali, sambil menyingkirkan begitu banyak penyakit yang serupa TB pada foto paru. Dengan lain perkataan, hendaknya diagnosis yang cepat diupayakan agar secepatnya dapat ditegakkan.
Sebaliknya bila sputum (+), tanpa memperhatikan keadaan klinis ataupun foto paru, penderita yang bersangkutan harus diobati secepatnya sebagai penderita TB. Perlu diketahui di sini bahwa mungkin saja foto paru (-) walaupun sputum jelas-jelas (+). Kemungkinan suatu endobronchitis TB (lesi TB yang terbatas pada mukosa bronkus) perlu dipikirkan. Di samping itu bila dipakai teknik lain, pemeriksaan foto rontgen paru mungkin akan tampak kelainan, misalnya dengan foto toplordotik (untuk dapat melihat puncak paru lebih jelas) ataupun foto lateral kiri depan (untuk melihat daerah paru yang tersembunyi di belakang jantung).


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 4 tahap yaitu : Pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (H. Lismidar, 1990).
A. Pengkajian
Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan, pengkajian terbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan diagnosa keperawatan (Lismidar, 1990).
1) Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan-urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
· Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain (Hendrawan Nodesul, 1996)
· Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
· Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
· Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
· Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (Hendrawan Nodesul, 1996).
· Pola fungsi kesehatan
a). Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak-desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek (Hendrawan Nodesul, 1996)
b). Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun (Marilyn. E. Doenges, 1999).
c). Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi
d). Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas (Marilyn. E. Doegoes, 1999).
e). Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat (Marilyn. E. Doenges, 1999).
f). Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular (Marilyn. E. Doenges, 1999).
g). Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan.
h). Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya (Marilyn. E. Doenges, 1999).
i). Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
j). Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan (Hendrawan Nodesul, 1996).
k). Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.
2) Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem-sistem tubuh :
a). Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
b). Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
· Inspeksi : Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah (Purnawan Junadi dkk, 1982).
· Palpasi : Fremitus suara meningkat (Alsogaff, 1995).
· Perkusi: Suara ketok redup. (Soeparman, 1998).
· Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring (Purnawan. J. dkk, 1982. Soeparman, 1998).
c). Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.
d). Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras (Soeparman, 1998).
e). Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun (Soeparman, 1998).
f). Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang meyenangkan (Alsogaff, 1995)
g). Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456
h). Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
3) Pemeriksaan penunjang
a). Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru-paru atau pada segmen superior lobus bawah (Soeparman. 1998).
b). Pemeriksaan laboratorium
· Darah
Adanya kurang darah, ada sel-sel darah putih yang meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktif (Alsogaff, 1995).
· Sputum
Ditemukan adanya Basil Tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari (Soeparman dkk, 1998. Barbara. T. Long, 1996)
· Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 – 26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 – 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan (Soeparman, 1998. Barbara. T. Long, 1996).
B. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien. Masalah klien yang timbul yaitu, sesak napas, batuk, nyeri dada, nafsu makan menurun, aktivitas, lemas, potensial, penularan, gangguan tidur, gangguan harga diri.
C. Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari perkajian adalah merumuskan Diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan klien yang dapat diatas dengan tindakan keperawatan (Lismidar, 1990).
Dari analisa data diatas yang ada dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan tuberkulosis paru komplikasi haemaptoe sebagai berikut :
1). Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk (Marilyn E. Doenges, 1999).
2). Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan keletihan, anorerksia atau dispnea (Marilyn. E. Doenges, 1999).
3). Potensial terhadap transmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko potongan (Marilyn E. Doenges, 1999).
4). Kurang pengetahuan yang sehubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah.
5). Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk (Marilyn. E. Doenges, 1999).
6). Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan efektif proses dan kerusakan membran alveolar – kapiler (Marilyn. E. Doenges, 1999).
7). Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak napas dan nyeri dada (Lynda, J. Carpenito, 1998).
D. Intervensi
Setelah mengumpulkan data, mengelompokan dan menentukan diagnosa keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah menyusun perencaan. Dalam tahap perencanaan ini dengan melihat diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut :
1) Diagnosa keperawatan pertama : Ketidakefektifan pola pernapasan yang sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk.
· Tujuan : Pola nafas efektif
· Kriteria hasil :
- Klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif
- Frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16-20 kali/menit)
- Dispneu berkurang
· Rencana tindakan dan rasional
a). Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan : catat setiap perubahan
Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya sekret
b). Kaji kualitas sputum : warna, bau, knsistensi
Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan pengobatan selanjutnya
c). Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam
Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas
d). Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi
Membantu mengembangkan secara maksimal
e). Bantu dan ajarkan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam sampai 4 jam
Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret keluar
f). Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat-obatan
Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan memperbesar ukuran lumen trakeobroncial
2) Diagnosa keperawatan kedua : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea.
· Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas tanda malnutrisi
· Kriteria hasil
- Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat
- Berat badan stabil dalam batas yang normal
· Rencana tindakan dan rasional
a). Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, riwayat mual/muntah atau diare
Berguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan indervensi yang tepat
b). Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak
Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan/kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet
c). Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik
Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan
d). Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah
e). Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ legaster
f). Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet
Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet
3) Diagnosa keperawatan ketiga : Potensial terhadap tranmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko patogen.
· Tujuan : klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.
· Kriteria hasil : klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.
· Rencana tindakan dan rasional
a). Identifikasi orang lain yang berisiko. Contoh anggota rumah, sahabat
Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi
b). Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat
Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi
c). Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular
d). Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis
Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan menghindari insiden eksaserbasi
e). Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan
f). Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal
Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan penyebaran infeksi
4) Diagnosa keperawatan keempat : Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kuranganya impormasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
· Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya
· Kriteria hasil : klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai perawatan diri.
· Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan, media yang terbaik bagi klien
Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu
b) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas
Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut
c) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain
Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien
d) Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah
Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program
e) Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab pertanyaan secara nyata
Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan ansietas
f) Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh jadwal obat
Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan penguatkan belajar
g) Evaluasi kerja pada pengecoran logam/tambang gunung, semburan pasir
Terpajan pada debu silikon berlebihan dapat meningkatkan resiko silikosis, yang dapat secara nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan
5) Diagnosa keperawatan kelima : Ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk.
· Tujuan : jalan nafas efektif
· Kriteria hasil :
- Klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan
- Klien dapat mempertahankan jalan nafas
- Pernafasan klien normal (16 – 20 kali per menit)
· Rencana tindakan :
a) Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman penggunaan otot aksesori
Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronki, mengi menunjukkan akumulasi sekret atau ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja penafasan
b) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif
Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut
c) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan untuk nafas dalam
Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas bebas untuk dilakukan
d) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea
Mencegah obstruksi/aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak mampu mengeluaran sekret
e) Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi
Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya mudah dilakukan
f) Lembabkan udara respirasi
Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret
g) Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan kortikosteroid
Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia
6) Diagnosa keperawatan keenam : Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan efektif paru dan kerusakan membran alveolar – kapiler.
· Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal
· Kreteria hasil :
- Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea
- Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan
- Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal
· Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan terbatasnya ekspansi dinding dada
TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distress pernapasan
b) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna kulit, termasuk membran mukosa
Akumulasi sekret, pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ vital dan jarigan
c) Tujukkan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi
Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps membantu menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurtunkan napas pendek
d) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala
e) Awasi segi GDA / nadi oksimetri
Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi
f) Berikan oksigen tambahan yang sesuai
Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru
7) Diagnosa keperawatan ketujuh : Gangguan pemenuhan tidur dan istirahat sehubungan dengan sesak napas dan nyeri dada.
· Tujuan : Kebutuhan tidur terpenuhi
· Kriteria hasil :
- memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur
- Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat
- Tanda-tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada
· Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji kebiasaan tidur penderita sebelum sakit dan saat sakit
Untuk mengetahui sejauh mana gangguan tidur penderita
b) Observasi efek abot-obatan yang dapat di derita klien
Gangguan psikis dapat terjadi bila dapat menggunakan kartifosteroid temasuk perubahan mood dan uisomnia
c) Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita
Untuk mengetahui apa penyebab gangguan tidur penderita
d) Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur
Memudahkan klien untuk bisa tidur
e) Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman
Lingkungan dan siasana yang nyaman akan mempermudah penderita untuk tidur
E. Implementasi
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu (Budi Anna keliat, 1994) :
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat
3. Keamanan fisik dan psikologinya dilindungi
4. Dokumentasi intervensi dan respon klien
F. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan (diagnosa, tujuan untervensi) harus di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapun alternatif tersebut adalah (Budi Anna keliat, 1994) :
1. Tujuan tercapai
2. Tujuan tercapai sebagian
3. Tujuan tidak tercapai

BAB IV
PENUTUP
I. Kesimpulan
Tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan.
Karena prevalensi TBC paru di Indonesia masih tinggi, dapat diambil asumsi bahwa frekuensinya pada wanita akan tinggi. Diperkirakan 1% wanita hamil menderita TB paru. Menurut Prawirohardjo dan Soemarno (1954), frekuensi wanita hamil yang menderita TB paru di Indonesia yaitu 1,6%. Dengan bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya, dapat diperkirakan penyakit ini juga mengalami peningkatan berbanding lurus dengan tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Pada umumnya, penyakit paru-paru tidak mempengaruhi kehamilan dan persalinan nifas, kecuali penyakitnya tidak terkonrol, berat, dan luas yang disertai sesak napas dan hipoksia. Walaupun kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem pernapasan, karena uterus yang membesar dapat mendorong diafragma dan paru-paru ke atas serta sisa udara dalam paru-paru kurang, namun penyakit tersebut tidak selalu menjadi lebih parah. TBC paru merupakan salah satu penyakit yang memerlukan perhatian yang lebih terutama pada seorang wanita yang sedang hamil, karena penyakit ini dapat dijumpai dalam keadaan aktif dan keadaan tenang. Karena penyakit paru-paru yang dalam keadaan aktif akan menimbulkan masalah bagi ibu, bayi, dan orang-orang disekelilingnya.
II. Penanganan
1) Dalam kehamilan :
· Ibu hamil dengan proses aktif, hendaknya jangan dicampurkan dengan wanita hamil lainnya pada pemeriksaan antenatal.
· Untuk diagnosis pasti dan pengobatan selalu bekerjasama dengan ahli paru-paru.
· Penderita dengan proses aktif, apalagi dengan batuk darah, sebaiknya di rawat di rumah sakit; dalam kamar isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan, untuk menjamin istirahat dan makan yang cukup, serta pengobatan yang intensif dan teratur.
· Obat-obatan : INH, PAS, rifadin, dan streptomisin.
· TBC paru tidak merupakan indikasi untuk abortus buatan dan terminasi kehamilan.
2) Dalam persalinan :
· Bila proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa dan tidak perlu tindakan apa-apa.
· Bila proses aktif, kala I dan II diusahakan seringan mungkin. Pada kala I, ibu hamil di beri obat-obatan penenang dan analgetika dosis rendah. Kala II diperpendek dengan ekstraksi vakum/forseps.
· Bila ada indikasi obstetrik untuk seksio caesaria, hal ini dilakukan bekerjasama dengan ahli anestesi untuk memperoleh anestesi mana yang terbaik.
3) Dalam masa nifas :
· Usahakan jangan terjadi perdarahan yang banyak; diberi uterus tonika dan koagulansia.
· Usahakan mencegah terjadinya infeksi tambahan dengan memberikan antibiotika yang cukup.
· Bila ada anemia sebaiknya diberikan transfusi darah, agar daya tahan ibu lebih kuat terhadap infeksi sekunder.
· Ibu dianjurkan supaya segera memakai kontrasepsi atau bila jumlah anak sudah cukup, segera dilakukan tubektomi.
4) Perawatan bayi
Biasanya bayi akan ditulari ibunya setelah kelahiran, dan TBC bawaan (konenital) sangat jarang.
· Bila ibu dalam proses TBC aktif
- Secepatnya, bayi diberikan BCG.
- Bayi segera dipisahkan dari ibunya selama 6-8 minggu.
- Bila uji Mantoux sudah positif pada bayi, barulah bayi dapat ditemukan lagi dengan ibunya.
· Menyusukan bayi, pada proses aktif, dilarang karena kontak langsung dari mulut ibu dan bayi.
· Dapat diberikan anti TBC profilaksis pada bayi yaitu INH 25 mg/kg berat badan/hari.
5) TBC paru dan alat reproduksi :
· TBC paru dapat bersamaan dengan TBC alat genitalia. Wiknjosastro (1995) menemukan pada 15 wanita penderita TBC-genitalis; 40% sarang primernya terdapat di paru-paru.
· TBC-genitalis dapat menyebabkan :
- Infertilitas (kemandulan)
- Bila terjadi kehamilan, hasil konsepsi sering berakhir dengan abortus, Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), dan partus prematurus.
- TBC-genitalis yang sudah tenang dan pulih, dapat kambuh lagi setelah abortus dan persalinan.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, M., 1999. “Ilmu Penyakit Paru”. Surabaya . Airlangga Univerciti Press
Carpenito, L.J., 1999. “Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan”. Ed. 2 Jakarta : EGC
(2000). “Diagnosa Keperawatan”. Ed. 8. Jakarta : EGC
Doengoes, (1999). “Perencanaan Asuhan Keperawatan”. Jakarta : EGC
Danusastro, Halim. 2000. “Buku Saku Ilmu Penyakit Paru”. Hipokrates : Jakarta.
Mochtar, Rustam. 1998. ”Sinopsis Obstetri : obstetri fisiologi, obstetri patologi”. EGC : Jakarta.
Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.

Mansjoer, Arif., et all. (1999). “Kapita Selekta Kedokteran”. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius

DOKUMENTASI KEPERAWATAN

KOMPONEN MODEL DOKUMENTASI KEPERAWATAN
Kegiatan konsep pendokumentasian meliputi :1.KomunikasiKeterampilan dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan kepada tenaga kesehatan lainnya dan menjelaskan apa yang sudah, sedang, dan yang akan dikerjakan oleh perawat2.Dokumentasi proses keperawatanPencatatan proses keperawatan merupakan metode yang tepat umtuk pengambilan keputusan yang sistematis, problem solving, dan riset lebih lanjut. Dokumentasi proses keperawatan mencakup pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, dan tindakan. Perawat kemudian Mengobservasi dan mengevaluasi respon klien terhadap tindakan yang diberikan, dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada tenaga kesehatan lainnya.3.Standar dokumentasiPerawat memerlukan sesuatu keterampilan untuk memenuhi standar dokumentasi. Standar dokumentasi adalah suatu pernyataan tentang kualitasn dan kwantitas dokumentasi yang dipertimnbangklan secara adekuat dalam suatu situasi tertentu. Standar dokumentasi berguna untuk memperkuat pola pencatatan dan sebagai petunjuk atau pedoman praktik pendokumentasian dalam memberikan tindakan keperawatan.
TUJUAN UTAMA DOKUMENTASITujuan utama dari pendokumentasian adalah :1.Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat kebutuhan klien, merencanakan, melaksananak tindakan keperawatan, dan mengevaluasi tindakan.2.dokumentasi untuk penelitian, keuangan, hukum dan etika.
MANFAAT DAN PENTINGNYA DOKUMENTASI KEPERAWATANDokumentasi keperawatan mempunyai makna yang penting bila dilihat dari berbagai aspek :
1.HukumBila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi kepoerawatan, dimana perawat sebagai pemberi jasa dan klien sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi diperlukan sewaktu-waktu. Dokumentasi tersebut dapat dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan.2.Jaminan mutu (kualitas pelayanan)Pencatatan data klien yang lengkap dan akurat, akan memberikan kemudahan bagi perawat dalam membantu menyelesaikan masalah klien. Dan untuk mengetahui sejauh mana masalah klien dapat teratasi dan seberapa jauh masalah baru dapat diidentifikasi dan dimonitor melalui catatan yang akurat. Hal ini akan membantu meningkatkan mutu yankep.3.KomunikasiDokumentasi keadaan klien merupakan alat perekam terhadap masalah yang berkaitan dengan klien. Perawat atau tenaga kesehatan lain akan bisa melihat catatan yang ada dan sebagai alat komunikasi yang dijadikan pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan.4.KeuanganSemua tindakan keperawatann yang belum, sedang, dan telah diberikan dicatat dengan lengkap dan dapat digumakan sebagai acuan atau pertimbangan dalam biaya keperawatan.5.PendidikanIsi pendokumentasian menyangkut kronologis dari kegiatan asuhan keperawatan yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pembelajaran bagi siswa atau profesi keperawatan.6.PenelitianData yang terdapat di dalam dokumentasi keperawatan mengandung informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan atau objek riset dan pengembangan profesi keperawatan.7.AkreditasiMelalui dokumentasi keperawatan dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi keperawatan dalam memberikan askep pada jklien. Dengan demikian dapat diambil kesimoulan tingkat keberhasilan pemeberian askep yang diberikan, guna pembinaan lebih lanjut.
METODE DOKUMETASI PENGKAJIANDokumentasi pengkajian dirtujukan pada data klinik dimana perawat dapat mengumpulkan dan mengorganisisr dalam catatan kesehatan. Format pengkajian meliputi data dasar, flowsheet dan catatan perkembangan lainnyayang memungkinkan seagai alat komuniksi bagi tenaga keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya.Petunjuk penulisan pengkajian:1.Gunakan format yang sistematis untuk mencatat pengkajian yang meliputi :Riwayat pasien masuk rumah sakitRespon klien yang berhuungan dengan persepsi kesehata klienRiwayat pengotanData pasien rujukan, pulang dan keuangan2.Gunakan format yang telah tersususn untuk pencatatan pengkajian
Pendekatan : mayor body sistem
Sistem respirasi
Sistem kardiovaskular
Sistem persarafan
Sistem perkemihan
Sistem pencernaan
3.Kelompokkan data-data berdasarkan model pendekatan yang digunakan (seperti tabel diatas)4.Tulis data objektif tanpa bias (tanpa mengartikan), menilai memasukkan pendapat pribadi.5.Sertakan pernyataan yang mendukung interpretasi data objektif.6.Jelaskan oervasi dan temuan secara sistematis, termasuk devinisi karakteristiknya7.Ikuti aturan atauran atau prosedur yang dipakai dan disepakati instansi8.Tuliskan ecara jelas dan singkat
JENIS PENGELOMPOKAN PENGKAJIAN
JENISPENGGUNAANPENJELASAN FORMAT1.General survey
2.Pola fungsi kesehatan
3.ROS (review of body system)Untuk menentukan keadaan klien secara umum
Untuk menentukan respon individu : fisik, psikososial, spirituan dan budayaUntuk mennetukan status fungsi sistem tubuhMengkaji status mental klien, perkemangantubuh, aktivitas, statusnutrisi, jenis kelamin dan ras, usia, postur tubuh dan bicara klien:Menkaji status klien pada : persepsi kesehatan, manajemen kesehatan, nutrisi, eliminasi, aktifitas, istirahat tidur, kognitif, koping, nilai/kepercayaan.Menkaji sistem tubuh secara berurutan biasanya : head to toe : integumen, kepala (mata hidung, mulut gigi, tenggorokan, leher), respirasi, kardiovaskular, gastrointestinal, genitourinari,gynekologi, muskuloskeletal, hematologi dan endokrin.
PENDOKUMENTASIAN DIAGNOSA KEPERAWATAN.
Petunjuk untuk penulisan diagnosa keperawatan meliputi :1.Pemakaian PE dan PES : untuk format diagnosa aktual, kecuali ketika petugas yang berbeda mengambil tindakan segera (untuk contoh, tanda dan gejala pencatatan, sebelum dan sesudah diagnosa)a.Yakinkan masalah pengyeab utama dalam diagnosa sejalan dengan etiologi, contoh :perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhuungan dengan mual dan muntah.b.Tulis pernyataan supaya permasalahan dan etiologi menunjukkan spesifik dan hasil yang berbedac.Jika penyebab tidak dapat ditentukan menentukan problem dan dokumentasi yang tak dikenal etiologinya maka diagnosa keperawatan bisa dituliskan pernyataan komunikasi verbal untuk pasien yang tidak diketahui etiologinya2.Catat diagnosa keperawatan potensial dalam sebuah problem/format etiologi3.Pemakaian terminologi tetap dengan diagosa keperawatan karangan Nanda sehuungan dengan (diantara problem dan etiologi ) dan dibanding dengan (diantara etiologi, sign dan sympton) tergantung bahasa, jika masalah tidak selesai menurut nanda4.Merujuk pada daftar yang dapat diterima, bentuk diagnosa keperawatan untuk catatan standar dalam saku atau ringkasan5.Mulai pernyataan diagnosa dengan menguabah redaksinya ke dalam keadaan diagnosa keperawatan6.Pastikan data mayor dan penunjang data minor karakteristik pendefinisian diperoleh dokumentasi abgian pengkajian pasien untuk menegakkan diagnosa keperawatan7.Pernyataan awal dalam perencanaan keperawatan didaftar masalah dan nama dokumentasi dalam catatan perawatan. Pemakaian masing-masing diagnosa keperawatan sebagai petunjuk untuk membuat catatan perkembangan.8.Hubungkan pada tiap-tiapdiagnosa keperawatan bila merujuk dan memberikan laporan perubahan.9.Setiap pergantian jaga perawat, gunakan dignosa keperawatan sebagai pedoman untuk pengkajian, tindakan dan evaluasi.10.Catat bahan perawatan adalah dasar untuk pertimbangan darilangkah-langkah proses keperawatan.11.Pencatatan semua diagnosa keperawtaan harus merefleksikan dimensi dalam masalah yang berosientasi pada pencatatan perawat12.Suatu agenda atau pencatatan mungkin memerlukan untuk membuat diuagnosa keperawatan dan sisitem pencatatan yang relevan
DOKUMENTASI RENCANA TINDAKAN
Rencana tindakan keperawatan mencakup tiga hal meliputi :1.Diagnosa keperawatanDiagnosa keperawatan harus merupakan prioritas untuk merawat klien. Hal tersebut harus menyangkut langsung kearah situasi yang mengancam kehidupan klien.2.Kriteria hasilSetiap diagnosa keperawatan hartus mempunyai sedikitnya satu kriteria hasil. Kriteria hasil dapat diukur dengan tujuan yang diharapkan yang mencerminkan masalah klien3.Rencana tindakan keperawatanTindakan keperawatan adalah memperoleh tanggung jawa mandiri, khususnya oleh perawat yang dikerjakan bersama dengan perintah medis berdasarkan maslaah klien dan antuan yang dterima klien adalah hasil yang diharapkan. Masing-masing masalah klien dan hasil yang diharapkan didapatkan paling sedikit dua rencana tindakan.
Petunjuk penulisan rencana tindakan yang efektif:1.Sebelum menuliskan rencana tindakan, kaji ulang semua data yang ada sumber data yang memuaskan meliputi :Pengkajian sewaktu klien masuk rumah sakitDiagnosa keperawatan sewaktu masuk rumah sakitKeluahan utama klien ataualasan dalam berhuungan dengan pelayanan kesehatanLaboratorium ritmeLatar belakang sosial budayaRiwayat kesehatan dan pemeriksaan fisikObservasi dari tim kesehatan lain2.Daftar dan jenis masalah aktual resiko dan kemungkinan. Berikan prioritas utama pada maslah aktual yang mengancam kesehatan,3.Untuk mempermudah dan bisa dimengerti dalam memuar rencana tindakan erikanlah ganbaran dan ilustrasi (contoh) bila mungkin diagnosa khususnya sangat membantu ketika teknologi canggih digunakan untuk perawtan klien atau ketika menggambarkan lokasi anatomi.4.Tuliskan dengan jelas khusus, terukur, kriteria hasil yang diharapkan untuk mentapakan masalah ersama dengan klien tentukan keterampilan kognitif, afektif dan psikomotor yang memerlukan perhatian.5.Selalu ditanda-tangani dan diberi tanggal rencana tindakan, hal ini perting karena seorang perawat profesionalakan bertanggung jawab dan ertanggung gugat untuk melaksanan rencana tindakan yang telah tertulis.6.Mulai rencanatindakandengan menggunakan action verbCatat tanda-tanda vital setiap pergantian dinesTimbang B setiap hariInformasikan kepada klien alasan isolasi7.Alasan prinsip specivity untuk menuliskan diagnosa keperawatan.:Bagaimana prosedur akan dilaksanakanKapan dan berapa lamaJelaskan secara singkat keperluan apa yang perlu dipenuhi, termasuk tahapan-tahapan tindakan.8.Tuliskan rasional dari rencana tindakan.9.Rencana tindakan harus selalu tertulis dan ditanda-tangani10.Rencana tindakan harus dicatat seagai hal yang permanen11.Klien dan keluarganaya jika memungkinkan diikutsertakan dalam perencanaan12.Rencana tindakan harus sesuai dengan waktu yangditentukan dan diusahakan untuk selalu diperbaharuai misalnya setiap pergantian dines, setiap hari, dan atau sewaktu-waktu diperlukan.DOKUMENTASI INTERVENSI/ TINDAKAN KEPERAWATANPerencanaan dan tindakan keperawatan adalah tahap dalam proses keperawatan berdasarkan masalah actual dari klienMaksud dokumentasi adalah menemukan secara tepat sebagai gambaran intervensi keperawatan yang meliputi :1.Intervensi terapeutikTindakan terapeutik adalah askep yang langsung sesuai keadaan klien. Rencana keperawatan yng lebih dari satu harus di kerjakan sungguh-sungguh sesuai proritas masalah dalam diagnosa keperawatan2.Intervensi pemantapan/ observasiProses ini membutuhkan ketajaman observasi perawat termasuk keterampilan mengevaluasi yang tepat. Progam yang lebih dari yang sangat menetukan kesehatan klien. Perawat harus lebih melihat perkembangan yang baik dan buruk dari klien seperti Mengobservasi tanda vital.Diagnosa KeperawatanTindakan Keperawatan (Terapeutik)Therapi MedicusKetidak efektifan bersihan jalan nafas
Cemas
Penurunan Cardiac out putMengatur posisi untuk pemberian OksigenSuction bila tidak ada kontra indikasiMengajarkan tehnik batukMengambil sample blood gas arteri
Mengajarkan kegiatan untuk mengurangi stressMengatur lingkungan yang amanMengalihkan orientasi yang realitas
Atur posisi fowler/semi fowlerMengurangi pergerakanMengatur lingkungan yang merangsang
Mengatur pemberian OksigenPemberian obat ekspektoranMemeriksa sputumMengukur blood gas arteri
Memberi obat transquilizer sedative
Mengurangi diet yang mengandung sodiumInfus cairan elektrolit sesuai BBMemberikan obat untuk meningkatkan cardiac out put.
Komponen Penting Pada Dokumentasi Intervensi
Dkuentasi intervensi Mengidentifikasi mengapa sesuatu terjadi terhadap klien, apayang terjai, kapan, bagaimana, dan siapa yang melakukan intervensi :Why : Harus dijelaskan alasan tindakan harus dilaksanakan dan data yang ada dari hasil dokumentasi pengkajian dan diagnosa keperawatanWhat : Ditulis secara jelas, ringkas dari pengobatan atau tindkan dalam bentuk action verbWhen : Mengandung aspek yang penting dari dokumentasi intervensi. Pencatatan pada waktu pelaksaan intervensi sangat penting dalam hal pertanggung jawaban hukuj dan efektifitas tertentuHow : Tindakan dilaksanakan dalam penambahan pencatatn yang lebih detail. Misalnya, “ miringkanan atau kiri dengan bantuan perawat.” Menandakan suatu prinsip ilmiah dan rasional dari rencana tindakan. Metode ini akan bisa meningkatkan dalam upaya-upaya penggunaan prosedur keperawatan yng tepat.
Who : siapa yang melaksanakan intervensi harus selalu dituliskan pada dokumnetasi serta tanda tangan sebagai pertanggung jawaban
Intervensi yang memerlukan suatu dokumnetasi khususAda dua dokumentasi yang memerlukan dokumnetasi khusus yaitu :1. Prosedur invasiveTindakan invaiv merupakan baguian yang penting dari proses keperawatan, Karena memerlukan pengetahuan tentang IPTEK yang tinggi. Untuk itu pengetahuan lanjutan di perlukan dalam upaya meningkatkan tanggung jawab dlam pemberian intervensi. Misalnya perawat memberika tranfusi, kemoterapi, memasang kateter. Tindakan tersebut di atas kan membawa resiko yang tinggi pada klien terhadap komplikasi, yang tentunya perlu infomed consent sebelum tindakan di laksanakan.2. Intervensi mendidik klienPerawat berperan penting dalam mengenal kebutuhan belajarkliendalam rencana mendidik klien dan memelihara laporan kegiatannya. Membutuhkan Pendidikan.Contoh rencana Pendidikan yang berlawan dengan pendikan yang dilaksanakan secara kebetulan sebagai berikut :Rencana pendidikanPendidikan yang dilaksanakan secara kebetulan1 Kebutuhan belajar pasien termasuk seluk beluk belajar objektif dan strategi mengajar2 Kegiatan yang dilaksanakan sesuai jadwal3 Melaksanakan perawatan secar kontinyu mengenai kebersihan diri setelah kembali kerumah1. Meneberikan nasehat dan dorongan secara umum yang berkesinambungan2. Memberikan kesempatan selama pertemuan untuk mengenal car belajar3. Mengenal pelajaran yang kurang dan membutuhkan rencana belajar secara formal
DOKUMENTASI EVALUASI PERAWATANPernyataan evaluasi perludodokumentasikan dalam catatan kemajuan, direvisi dalam rencana perawatan ataudmasukkan dalam ringkasan khusus dan dalam pelaksanaan dan entu perencanaan.Pedoman untuk pendokumentasian evaluasi1.Sebelum kesimpulan evaluasi dengan data yang mendukung penilaian perawat. Contoh data pendukung (untuk klien dengan myocar infark) : tidak ada dispnea. Penilaian perawatannya : toleransi aktifitas meningkat.2.Mengikuti dokumentasi intervensi keperawatan dengan pernyataan evaluasi formatif yang menjelaskan respon cepat klien terhadap intervensi keperawatan atau prosedur. Contohnya mengantuk setelah minum obat3.Menggunakan pernyataan evaluasi sumatif ketika klien dipindahkan ke vasilitas lain atau dipulangkan4.Catatn evaluasi sumatif untuk setiap hasil yang diharapkan diidentifikasikan pada perencanaan keperawatan klien, bisa berjalan 500 kaki dan menaiki 12 tangga tanpa bantuan. Evaluasi sumatif : dapat berjalan 200 kaki tanpa alat bantu dan dapat naik turun 6 tangga tanpa bantuan.5.Menulis pernyataan evaluasi yang merefleksikan keadaan perkemangan klien terhadap tujuan, pemasukan yang sesuai dicatat sebagai berikut : kontrol sakit yang tidak efektif setelah medikasi, terus tanpa henti, penghilang rasa sakit dari medikasi berlangsung selama 30 menit.6.Melalui suatu penilaian atau modifikasi intervensi, mengawali dan mendokumentasikan respon perawat untuk mengubah kondisi klien. Contoh : kesehatan klien memburuk, : jam 09.00 mengeluh salit di pusat seperti ditikam.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM SARAF

Saraf pusatSistem sarafSaraf otonom
SimpatisParasimpatisSimpatisThorako LumbalisSitem saraf otonom thorakal 1 s/d lumbal 2
ParasimpatisKranio sacralSacral 2,3dan 4 saraf cranial dan batang otak
PEREDARAN DARAH OTAKAliran darah otak  dimuali dari : Arkus aorta  arteri karotis komunis  Arteri karotis komunis interna dan externa
Bagian-Bagian Otak1.Otak Depan  hemisfer cerebriTalamusHipotalamus2.Otak tengah / diencepalon3.Otak belakangPos varoliliMedula oblongataSerebelum
Otak dan sum – sum tulang belakang diselmuti “meningia “ yg bersifat melindungi struktur saraf yg halus
Meningia terdiri dari 3 lapisan :Piamater  melekat pada otak dan sum – sum tulang belakangArachnoid  Pemisa antara pia dan duraDuramater  lapisan luar  melapisi tengkorak
Lapisa dalam bersatu dengan lapisan luarDaerah brocca ( hubungan dengan kemampuan bicar ) Pada orang biasa — daerah brocca terletak pada hemisfer kiri  kidal — hemisfer kananDaerah wernicke,s ( hub. Dengan kemampuan untuk mendengar )  kesan atas suara diterima dan ditafsirkan .Co : bunyi gendang berbeda dengan bunyi bisisng usus
Bagian – bagian saraf yg mempersarafi dan fungsinya , serta cara pengkajiannya :Nervus 1 : Olfaktorius , mempersarafi penyiuman  klien ditutup matanyalalu tutup hidung yg sebelah  disuruh menyium bau ( the/kopi )
Nervus 2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,dan 12
PERAWATAN UMUM NEUROLOGI
Gangguan KesadaranIsi Pikir :Fungsi kognitifFungsi afektifDerajat KesadaranTerhadap diri sendiuriTerhadap lingkungan
Gangguan Derajat KesadaranPenyebab : Kerusakan cerebralgangguan metabolismeDefesiensi vitaminKeracunan
Sifat :  Cepat  akutpelan – pelanIntermiten
Cepat  Strok, trauma kepala , hemoragic, TIK
TEKANAN INTRAKRANIAL MENINGKATPenyebab :Oedema otakPerdarahan otakTumor otakGejala yang muncul :nyeri kepala : tek. Pembuluh meningkat  sirkulasi menurunmuntah : tek. Meningkat pada medulla oblongataPernapasan lambat : tek. Dan anoksia medulla oblongataPapila edemaGgn motorik tek pd area 4KejangKontrol Spinkter hilang….impuls inhibisiGgn kesadaran + sensorik ….tek. Pd kortek & ascending reticular system.Ggn regulasi suhu …. Tek. HipotalamusUbun-ubun menonjol : tek.Pd tulang tengkorak
TANDA AWAL HERNIASI OTAKBerpindahnya sebagian masa otak bagian supratentorial kedalam otak tengah.
Penilaian dilakukan :• Cepat dan akurat• Didasarkan atas respon pasien terhadap stimulus yang diberi :Suara ,sentuhan, nyeri, cahaya• Ketahui adanya komplikasiPernapasan, cardiovascular, hilang reflex proteksi• Nilai pupil → Gangguan lobus temporalis• Cek adanya peningkatan TIKIskemia,aritmia,pulmonary arrest
Tanda – tanda adanya Komplikasi• TTV labil• Napas cheyne stokes , Biots• Tanda obstruksi napas↓• Lakukan pencegahan adanya aspirasi
Tangani Komplikasi :a.Resiko peningkatan TIKb.Eliminasic.Mobilisasid.Gangguan Nutrisie.Integritas kulitf.Gangguan persepsi sensorik
Untuk keluargaPeningkatan kemampuan kopingPeningkatan pengetahuan
Gangguan Fungsi Kognitifa.Menurun perhatianb.Menurunnya memoryc.Penurunan kemampuan bahasa dan persepsid.Penurunan kemampuan untuk mempuat rencana
Penyebab :Kerusakan system limbic dari kortex cerebriPenyakit metabolicHipotiroidTIAIntoksikasi obatGangguan cairan elektrolitPenyakit degenaratif
Gangguan Memory :Penyebab : Penyakit yang mengenai lobus temporal pda pusat memory↓Trauma kepalaTumorHemoragikInfarkKejangPenyakit degeneratifIntervensi :Lakukan tindakan dengan pengulanganMendemonstrasikanBeri petunjuk yang jelas dan sederhanaPakai alat – alat untuk mengingatBuat strategi khusus dalam pendidikanBeri feed back ( + )Orientasikan kerealitasPetunjuk sifat konsisten, nyataHindari yang sifat abstrakPendidikan kesehatanDischarge planning
APASIATak mampu untuk bicara
Ada dua hemisfer pada otak, salah satu dominanJika terjadi kerusakan pada hemisfer dominan , maka akan terjadi dua hal :1.Tak mampu dalm mengtarakan maksud2.Tak mampu menangkap maksudApasia dibagi dua :1.Apasia motorik2.Apasia sensorik
1.Apasia motorikArea brocca pada lobus prontal posterior – anteriorTidak bisa untuk menyampaikan maksudPeran penting perawatAwas → frustasi
2.Apasia SensorikArea wernicke,s pada hemisfer kiri → giru angularTidak mampu menangkap maksud dengan cara biasa
Intervensi :Apasia motorikPertanyaan dengan jawaban Ya dan tidakAntisipasi kebutuhanGunakan alat tulisApasia SensorikGunakan komunikasi non verbalBeri petunjuk visualBicara pendek, sederhanaHindari pembicaraan abstrak
AGNOSIAKetidakmampuan untuk mengenaldan interpretasikan suatu rangsang indera
Agnosia Visual : tidak mampu mengenal fungsi suatu bendaAgnosia warnaAgnosia mukaAgnosia taktilAgnosia astereognosis : tidak mampu menyebutkan bentuk dan ukuran benda yang diraba
APRAKSIAKetidak mampuan untuk mengerti , memformulasikan suatu perbuatan yang kompleks , tangkas dan volunteer
Penyebab : Lesi pada kedua hemisfer → pada premotor area lobus frontal dan sebagian parietal
Tindakan : sama dengan Apasia
Gangguan Tingkah laku Dan Proses PikirPenyebab : Penyakit yang mengena pada lobus prontal↓a.Trauma kepalab.Demensia alkoholikc.Atropi cerebralMasalah :Kepribadian influsifKonsentrasi menurunMood labilMiskin dalam mengambil keputusan
Gejala :Sakit kepalaIrritableHypersensitif terhadap stimulusPusingKonsentrasi amat terbatas
IntervensiOrientasi realitaBicara pelan dengan kalimat pendekTatap mukaJaga lingkunganBuat daftar kegiatan konsisten
GANGGUAN PERGERAKANBersifat volunteerDipersarafi oleh motor kortex primer dan asosiasinya↓Lobus prontalBasal gangglioCerebelumSaraf tepi
A.GANGGUAN MOTORIK MATAPenyebab :Parese Nervus 3,4 dan 6Tidak ada koordinasi antara ektra okuler
Masalah :▪ Diplopia▪ Nistagmus → Gerakan involunter▪ Strabismus
Intervensi : Tutup sebelah mata yang sakit
B.GANGGUAN MEMBUKA MENUTUP MATAPenyebab : Parese saraf cranial 7PtosisExoftalmus
Masalah :Ulserasi korneaGangguan penampilan
Intervensi :Tutup dengan kain tipis dan basahBeri eye drops secara teraturJika nyeri terus menerus→ Tanda kerusakan kornea → kolaborasi
GANGGUAN EXPRESI MUKA
Penyebab :Gangguan cerebellum → korteks motorik dan batang otakKortiko bulbar → inti saraf 7Axon perifer N. 7
Masalah :Gangguan bicara → disartriaTidak mampu untuk menghasilkan suaraGangguan makan
C.GANGGUAN DALAM MENGELOLAH MAKANAN DALAM MULUTMenelanBuka mulutMengolahMengunyahMenelan
Penyebab : Parese Nervus 5.7.9.10 dan 12Akibat : - Aspirasi- Obstruksi jalan napas
DisfagiaMakanan melalui NGTPenurunan nafsu makanGangguan interaksi socialKehilangan kemandirian
Latih secepat mungkin dengan es batu yang telah dihancurkan
D.GANGGUAN PERGERAKAN EXTERMITAS
PARALISIS :Tetra pareseHemi paresePara pareseImobilisasi → butuh bantuan meningkat
Komlikasi :Kerusakan kulitDistensi bladderKonstipasiOsteo porosis
Intervensi :Meningkatkan kemandirian pasienSegera untuk latihan jalanGunakan tongkatROM
TEMPERATURSuhu normal sangat penting untuk mempertahankan fungsi normal dari semua sel tubuh
Pusat :Hipotalamus : Dasar ventrikel IIIRefle spinal pada spinal cord → fungsi autonom↓Dilatasi dan kontiksi pembuluh darah periferHipotermiaHipertermiaIntervensi :HipotermiaSelimutPeningkatan suhu ruangan
HipertermiaTapid spongeSelimut dinginAC
ELIMINASIPusat pengendalian pada emua tingkat persarafanKortex motorik untuk menghambat pengosonganbladder dan bowelKortex sensorik : dapat mencetuskan distensi bladderdan bowel → menahan dan mengeluarkan
Pada alur kortex – sacral → pengendalian otonom↓Reflex berkemih
Gangguan yang dapat terjadiKerusakan lobus frontal → Inkontinensiua reflex neurologikj bladderKerusakan pada sekmen sacral → autonomi neurologik bladder
DampakOver distensiBatu bladderInfeksi ( cystitis )
Intervensi :Bowel trainingPasang poly cateter → jika distensiBerikan bladder training
Bowel training :Minum hangat20 – 30 beri supositoriaPosisi duduk → 15 menit kemudian defekasi terjadi
SAKIT KEPALA ( HEADACHE )
A. PengertianSakit kepala atau sefalgia adalah suatu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukan penyakit organic atau penyakit lain, respon stress , vasodilatasi atau migren , tegangan otot rangka ( sakit kepala tegang ), kombinasi respon tersebut.
B. Penyebab :Tumor intra cranialInfeksi sistemikCedera KepalaHypoxia CerebralPenyakit kronik, mata, telingaStress
C. Klasifikasi :Sakit kepala sukar dikategorikan dan ditetapkan . sedikit bukti fisiologis patologis atau uji dianostik dapat mendukung diagnosa sakit kepala.Sakit kepala mempunyai perbedaan manifestasi individual selama proses kehidupan, dan tipe sakit kepala yang sama mungkin mempunyai karakteristik yang berbeda diantara individu yang berbeda.Sakit kepala dapat diklasifikasikan sebagi berikut :
1. Migren ( dengan dan tanpa aura )1.Sakit kepala tegang2.Sakit kepala klaster
D. Patofisiologi :
Vasospasme arteri kepala → Suplay nutrisi keotak berkutang
Ischemia berkepanjangan
Dinding vascular fkasid tidak mempertahankan tonus otot
Tekanan darah meningkat
Pembuluh darah berdilatasi
Peregangan dinding arteriNeuro kinin
PENGKAJIANTemuanya tergantung pada jenis / penyebab dari sakit kepala tersebutRiwayat yang lengkap merupakan suatu hal yang penting untuk membedakan diagnostik.
Pengkajian meliputi :
Aktivitas / Istirahat :Lelah, letih , malaiseKetegangan mataKesulitan membacaInsomnia
Sirkulasi :Denyutan vaskuler misalnya daerah temporalPucat, wajah tampak kemerahan
Integritas egoAnsietas, peka rangsang selama sakit kepala
Makanan / CairanMual / muntah , anoreksia selama nyeri
Neuro sensori :Pening, Disorientasi (selama sakit kepala)
KenyamananRespon emosional/ perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah
Interaksi socialPerubahan dalam tanggung jawab peran
Diagnosa keperawatan :
1.Nyeri akut berhubungan dengan stress dan ketegangan atau vasospasme2.Gangguan pola istirahat tidur b/d nyeri3.Kurang pengatahuan berhubungan dengan kurang dengan informasi/keterbatasan kognitif.4.Resiko Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual/muntah/ anoreksia5.Cemas b/d krisis situasi
Intervensi :1. Nyeri :1.Kaji faktor-faktor fisik/emosi dari keadaan seseorang2.Catat intensitas nyeri (skala 0-10)3.Catat karakteristik nyeri (berat/ berdenyut/konstan),lokasinya,lamanya,factor yang memperburuk/meredakan4.Observasi tanda-tanda nyeri non verbal; seperti ekspresi wajah,tubuh gelisa,menangis atau meringis,perubahan frek.jantung,pernapasan,dan observasi tekanan darah5.anjurkan untuk beristirahat dalam ruangan tenang,tehnik relaksasi6.Masage daerah kepala/leher /lengan jika pasien dapat mentoleransi pasien dengan sentuhan7.Kolaborasi berikan obat sesuai dengan dengan indikasi analgetik, misalnya asetaminofen,ponstan dan lain-lain.
2. Pola istirahat tidur :1.Hilangkan kebisingan / stimulus eksternal yang berlebihan2.Bicara yang tenang,. Perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek sesuai kebutuhan.3.Berikan kesempatan untuk beristirahat / tidur4.Berikan oabt sesuai indikasi ( kolaborasi )
3. Kurang Pengetahuan :1. Diskusikan etiologi indifidual dari sakit kepala bila diket2. Bantu pasien dalam mengidentifikasi kemungkinan factor predisposisi,seperti stress emosi, suhu yang berlebihan,alergi terhadap makanan/lingkungan tertentu.3. Diskusikan tentang obatnya dan efek sampingnya .4. Diskusikan mengenai pentingnya posisi/letak tubuh yang normal.5. Anjurkan pasien atau orang yang terdekat untuk menyediakan waktu agar deapat relaksasi dan bersenang-senang6. Sarankan pemakaian musik-musik yang bernuansa meyenangkan.
Cemas b/d krisis situasi :1.Kaji status mental dan tingkat kecemasan pasien / keluarga2.Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejalanya.3.Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.4.Berikan petunjuk mengenai sumber- sumber penyokong yang ada, seperti keluarga , konselor dll5.Jawab Setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan berikan informasi tentang proggnosa penyakit
5.Resiko ketidak seimbangan nutrisi1.Berikan makanan dalam jumlah kecil dalam waktu yang sering dengan teratur2.Timbang berat badan sesuai indikasi3.Kolaborasi : Konsultasi dengan ahli gizi4.Kaji cairan lambung, muntah
SARAF CRANIAL XII
PENDAHULUANSaraf otak ada 12 pasangMemeriksa saraf otak (I-XII) dapat membantu menentukan lokasi dan jenis penyakit. Tiap saraf otak harus diperiksa dengan teliti, karenaitu perlu dipahami anatomi dan fungsinya , serta hubungannya dengan struktur lainya lesi dapat terjadi pada serabut atau bagian paniten(infranuklir), pada inti (nuklir)atau hubungannya kesentral (supranuklir).Bila ini rusak,hal ini diikuti oleh degenerasi saraf perifernya,inti saraf otak yang terletak dibatang otak letaknya saling berdekatan dengan struktur lain,sehingga jarang kita jumpai lesi pada satu inti saja tanpa melibatkan bagian lainnya.
Anatomi Dan FisiologiSaraf XII mengandung serabut somato-motorik yang menginervasi otot ekstrinsik lidah, fungsi otot ekstrinsik lidah ialah menggerakan lidah,dan otot intrinsic mengubah-ubah bentuk lidah. Inti saraf ini menerima serabut dari kortex traktus priamidalis dari satu sisi, yaiti sisi kontra lateral. Dengan demikian ia sering terkena pada gangguan peredaran darah otak (stroke),misalnya di korteks dan kapsula interna.
PemeriksaanInfeksi : Penderita di suruh membuka mulut dan perhatikan lidah dalam keadaan istirahat dan bergerak.Dalam keadaan istirahat kita perhatikan besarnya lidah, kesamaan bagian kiri dan kanan dan ada tidaknya atrofi, apakah lidah berkerut? Apakah lidah mencong?Tremor lidah dapat di jumpai pada pasien yang sakit berat (lemah),demensia paralitik dan intoksikasi.
Fasikulasi dijumpai pada lesi nuklir, misalanya pada siringobulbi,kadang-kadang kita sulit membedakan antara tremor dan fasikular terlebih lagi pada lidah yang tersungkur.Untuk memudahkan perbedaanya, lidah diistirahatkan pada dasar mulut. Pada keadaan ini, tremor biasanya berkurang atau menghilang. Pada Atetose didapatkan gerakan yang lidah terkendali,lidah sulit dijulurkan atau hal ini dilakukan dengan sekoyong-koyong dan kemudian tanpa kendali ditarik secara mendadak.Jika terdapat kumpulan pada dua sisi,lidah tidak dapat digerakan atau dijulurkan.Terdapat disatria (cadel,pelo)dean kesukaran menelan, selain itu juga didapatkan kesukaran bernafas, karena lidah dapat terjatuh kebelakang sehingga menghalangi jalan nafas.
Untuk menilai tenaga lidah kita suru penderita menggerakan lidahnya ke segalah jurusan dan perhatikan kekuatan geraknya, kjemudian penderita di suruh menekankan lidahnya pada pipinya,kita nilai daya tekanya dengan jalan menekankan jari kita pada pipi sebelah luar.Jika terdapat perasa lidah bagian kiri lidah tidak dapat ditekankan kepipi sebelah kanan,tetapi kesebelah kiri dapat
Gangguan Pada Nervus XII Dan PenyebabnyaLesi nervus dapat bersifat supra nuklir, misalnya pada lesi di kortex atau kapsula interna yang dapat di debabkan oleh misalnya pada strok, dalam hal ini didapatkan kelumpuhan otot lidah tanpa adanya atropi dan fasikular. Pada lesi nuklir didapatkan atropi dan fasikular hal ini disebabkan oleh siringgobulbi,ALS,radang,gangguan peredaran darah dan neoplasma. Pada lesi infra nuklir didapatkan atropi. Hal ini dapat disebabkan oleh proses diluar medulla oblongata tetapi masih di dalam tengkora, misalnya trauma,fraktur dasar tulang tengkorak ,meningitis atau dapat juga oleh kelainan yang berada di luar tulang tenkorak misalnya abses atau dislokasi vetebra servikalis.