Laman

RAWATLAH KLIEN DENGAN HATI YANG CERIA DAN IKHLAS DENGAN PELAYANAN PRIMA!! ]
"Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu maka takutlah ke pada-Nya (Al-Baqarah:235)"

Kamis, 21 Agustus 2008

KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN


PENDAHULUAN


Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan.
Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih saying / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic use of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.

1. PENGERTIAN DAN JENIS KOMUNIKASI



Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal yang terapeutik.
Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal.

Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulisa dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.


A. KOMUNIKASI VERBAL



Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Katakata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.

Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.

Komunikasi Verbal yang efektif harus:


1. Jelas dan ringkas


Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.

Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik daripada “saya ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak.”

2. Perbendaharaan Kata


Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.


3. Arti denotatif dan konotatif


Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.


4. Selaan dan kesempatan berbicara


Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan denganmemikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.


5. Waktu dan relevansi


Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.


6. Humor


Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

B. KOMUNIKASI NON-VERBAL


Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Komunikasi non-verbal teramati pada:

1. Metakomunikasi


Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara Pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang marah.


2. Penampilan Personal


Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993).

Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra klien.


3. Intonasi (Nada Suara)


Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat.


4. Ekspresi wajah


Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.


5. Sikap tubuh dan langkah


Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan keadaan fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat, atau fraktur.


6. Sentuhan


Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun harus mnemperhatikan norma sosial. Ketika membrikan asuhan keperawatan, perawat menyentuh klien, seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan hati-hati.

2. KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL PERAWAT

Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menambahkan bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak perduli terhadap ornag lain adalah seseorang pendosa yang memntingkan dirinya sendiri.
Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa “human care” terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap orang diajarkan oleh Allah untuk menolong sesama yang memrlukan bantuan”. Perilaku menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian dari kepribadian.


3. TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan tehnik berkomunikasi yang berbeda pula. Tehnik komunikasi berikut ini, treutama penggunaan referensi dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson & Kneisl (1920), yaitu:


1. Mendengarkan dengan penuh perhatian


Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan:

a. Pandang klien ketika sedang bicara

b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan.
c. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan.
d. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.

e. Anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik.
f. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.


2. Menunjukkan penerimaan


Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua prilaku klien. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang

a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
b. Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian.
c. Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.
d. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran klien. Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikuti apa yang anda ucapkan.” (cocok 1987)

3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian ajukan pertanyaan secara berurutan.

4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.

Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Namun perawat harus berhati-hati ketika menggunakan metode ono, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda.
Contoh:
- K : “saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga”
- P : “ Saudara mengalami kesulitan untuk tidur….”

5. Klarifikasi

Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan benar, perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.
Contoh:
- “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan”
- “ Apa yang katakan tadi adalah…….”

6. Memfokuskan

Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru.
Contoh: “ Hal ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan lebih dalam lagi ”.

7. Menyampaikan hasil observasi

Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar. Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
Contoh:
- “ Anda tampak cemas”.
- “ Apakah anda merasa tidak tenang apabila anda……”

8. Menawarkan informasi

Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasehat kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.

9. Diam

Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir pikirannya. Penggunaan metode diam memrlukan ketrampilan dan ketetapan waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil keputusan .

10. Meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Metode ono bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.
Contoh: - “Selama beberapa jam, anda dan saya telah membicarakan…”

11. Memberikan penghargaan

Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”.
Perlu mengatakan “Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka perawat dapat mengatakan demikian.”
Contoh:
- “Selamat pagi Ibu Sri.” Atau “Assalmualaikum”
- “Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut ibu”.

Dalam ajaran Islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan akhlah terpuji, karena berarti mendoakan orang lain memperoleh rahmat dari Allah SWT. Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah dan akrab.

12. Menawarkan diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.
Contoh: - “Saya ingin anda merasa tenang dan nyaman”

13. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.

Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannanya dalam interakasi ini perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
Contoh:
- “ Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan?”
- “ Apakah yang sedang saudara pikirkan?”
- “ Darimana anda ingin mulai pembicaraan ini?”

14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan
Contoh:
- “…..teruskan…..!”
- “…..dan kemudian….?
- “ Ceritakan kepada saya tentang itu….”

15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.

Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Pesawat akan dapat menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya.
Contoh:
- “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya”.
- “Kapan kejadian tersebut terjadi”.

16. Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesungguhnya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan pengalamannya, perawat harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.
Contoh:
- “Carikan kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan dioperasi”
- “Apa yang sedang terjadi”.

17. Refleksi

“Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab: “Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”. Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
Contoh:
K: “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”
P: “Apakah menurut anda, anda harus mengatakannya?”
K: “Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya, bahwa tidak menelpon saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara dengannya.
P: “Ini menyebabkan anda marah”.

Dimensi tindakan

Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsis emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23). Dimensi ini harus diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan pengertian yang dibentuk oleh dimensi responsif.

1. Konfrontasi

Pengekspresian perawat terhadap perbedaan pada perilaku klien yang bermanfaatn untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1998, h.41) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi yaitu:
a. Ketidak sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri (cita-cita/keinginan klien)
b. Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien
c. Ketidak sesuaian antara pengalaman klien dan perawat Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah. Oleh karena itu sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.

2. Kesegeraan

Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan pada dan digunakan untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat harus sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.

3. Keterbukaan perawat

Tampak ketika perawat meberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan dan sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis, atau dukungan klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987, h.134) ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien menurunkan tingkat kecemasan perawat klien

4. Katarsis emosional

Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien mengalami kesulitan mengekspresikan perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.

5. Bermain peran

Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalam hubungan antara manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut pandang lain; juga memperkenankan klien untuk mencobakan situasi yang baru dalam lingkungan yang aman.

KESIMPULAN

Kemampuan menerapkan tehnik komunikasi terapeutik memrlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.

Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.
JENNY MARLINDAWANI PURBA, SKp.
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR RUJUKAN PUSTAKA
Hamid, A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak dipublikasikan
Kanus, W.A. Et.al. (1986). An evaluation of outcome from intensive care in major medical centers. Ann Intern Med 104, (3):410
Lindbert, J., hunter, M & Kruszweski, A. (1983). Introduction to person-centered nursing. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Potter, P.A & Perry, A.G. (1993) Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice. Thrd edition. St.Louis: Mosby Year Book
Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995). Pocket gide to Psychiatric Nursing. Third edition. St.Louis: Mosby Year Book
Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995).Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby Year Book
Sullivan, J.L & Deane, D.M. (1988). Humor and Health. Journal of qerontology nursing 14 (1):20, 1988

Rabu, 13 Agustus 2008

Waspadai lingkar pinggang anda

Waspadai lingkar pinggang anda
20/04/2007 - Scientific Medicastore

Kegemukan yang secara umum ditandai dengan perut buncit ini telah menjadi wabah baru di dunia, tak terkecuali Indonesia. Sebagian orang mungkin masih ada yang mempercayai mitos bahwa kegemukan identik dengan kemakmuran. Padahal perut buncit membuat si pemilik tubuh rentan terhadap penyakit jantung dan diabetes mellitus yang berkaitan dengan risiko kardiometabolik.

Menurut dr Sunarya Soerianata, SpJP (K), seorang ahli jantung dari RS Jantung Harapan Kita, "Penyakit jantung dan stroke merupakan penyebab kematian paling tinggi dibandingkan kanker, diabetes dan penyakit saluran napas bagian bawah."

Tidak perlu pemeriksaan laboratorium yang mahal untuk mengetahui risiko anda akan kardiometabolik. Caranya cukup mudah dan murah yaitu dengan mengukur lingkar pinggang anda. Ukuran lingkar pinggang ternyata bisa digunakan sebagai parameter untuk mengetahui risiko terhadap penyakit akibat gaya hidup tidak sehat tersebut.


Risiko Kardiometabolik Bukanlah Penyakit

Risiko kardiometabolik sendiri bukanlah penyakit tapi merupakan sekelompok gangguan-gangguan yang secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit jantung dan diabetes.

Risiko kardiometabolik (cardiometabolic risk/CMR) terdiri dari faktor-faktor risiko yang dapat diubah, yang memudahkan orang rentan terhadap penyakit diabetes tipe 2 dan penyakit jantung. Sejumlah faktor-faktor tersebut muncul secara klinis di dalam kelompok-kelompok yang spesifik.

dr Sunarya Soerianata, SpJP (K), yang juga bertindak sebagai wakil ketua pelaksana 16th ASEAN Congress of Cardiology yang berlangsung bulan April 2007 di Bali ini menjelaskan, ada faktor risiko yang tergolong sebagai faktor risiko "klasik" dan ada yang tergolong "baru". Contoh faktor risiko "klasik" antara lain tekanan darah tinggi, kolesterol LDL (kolesterol jahat) dan gula darah yang sudah sering dievaluasi dan ditangani oleh dokter.

Adapun faktor-faktor lainnya dianggap sebagai faktor risiko "baru" misalnya kelebihan lemak perut, kolesterol HDL (kolesterol baik), resistensi insulin (ketidakmampuan tubuh merespons dan menggunakan insulin secara semestinya), serta peradangan (kadar adiponektin yang rendah atau kadar C-reactive protein yang tinggi). dr Sunarya, SpJP menambahkan bahwa faktor risiko "baru" ini sejak dulu kurang diperhatikan.

Dalam tahun-tahun terakhir ini, pengelompokan faktor-faktor CMR semakin menarik perhatian karena faktor-faktor itu sering timbul secara serentak. Contohnya, hampir 26% dari seluruh orang dewasa di seluruh dunia di bawah umur 60 tahun diketahui memiliki paling sedikit tiga dari lima faktor-faktor CMR yang termasuk di dalam kriteria sindrom metabolik.


Sadari Bahaya Lemak Perut

Kelebihan lemak perut (intra abdominal obesity) atau penimbunan jaringan lemak di dalam perut, berhubungan dengan faktor-faktor CMR lain seperti peningkatan trigliserida dan gula darah.

Riset menunjukkan bahwa jaringan adiposa (jaringan lemak) bukan hanya merupakan tempat penampungan lemak, tapi juga organ endokrin aktif yang melepaskan bahan-bahan kimia dan zat-zat tertentu ke dalam tubuh yang diketahui mempengaruhi metabolisme dan sistem kardiovaskuler.

“Semakin tinggi intra abdominal obesity maka kadar HDL akan turun yang berarti rendahnya proteksi tubuh terhadap aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah oleh lemak),” ungkap dr Sunarya, SpJP.

Pelepasan bahan kimia dan zat ini dapat berkontribusi terhadap perkembangan faktor-faktor CMR seperti trigliserida tinggi dan peningkatan gula darah, meningkatkan risiko seseorang terhadap diabetes dan penyakit jantung.

Jadi, dengan memiliki perut buncit atau dengan kata lain lemak perut tinggi maka dapat meningkatkan risiko berkembangnya penyakit diabetes tipe 2, yaitu diabetes yang paling umum terjadi pada masyarakat dengan gaya hidup tidak sehat.

Tidak mengherankan jika diprediksikan penderita diabetes di Indonesia akan naik dari 6,7% populasi pada tahun 2000 menjadi 10,6% populasi pada tahun 2030.


Ukuran Lingkar Pinggang sebagai Marker

Biasanya, kegemukan diukur dengan indeks masa tubuh (BMI), akan tetapi penemuan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kegemukan perut merupakan tanda yang lebih akurat untuk memprediksi serangan jantung daripada berat badan atau BMI.

dr. Sunarya, SpJP membenarkan bahwa mengukur lingkar pinggang merupakan suatu pengukuran yang sederhana dan berhasil mendeteksi orang yang akan mengalami diabetes dan penyakit jantung lainnya.

Berdasarkan penelitian, ukuran lingkar pinggang yang memiliki risiko besar adalah ≥88 cm untuk wanita dan ≥102 cm untuk pria. Namun, ukuran tersebut berlaku untuk ras Amerika, untuk Indonesia batasnya lebih kecil.

Banyak kemajuan telah dicapai untuk mengurangi prevalensi faktor-faktor CMR tertentu termasuk kolesterol tinggi dan tekanan darah tinggi. Meskipun demikian, masih ada sekitar 17 juta orang di seluruh dunia yang meninggal karena penyakit jantung setiap tahunnya.

Strategi penanganan kardiometabolik yang selalu dianggap efektif adalah dengan mengedukasi masyarakat terutama pasien karena risiko kardiometabolik dapat diubah. Namun, pencegahan selalu lebih baik daripada mengobati. Untuk yang belum menjadi pasien, dihimbau untuk menjaga kesehatan dan mulai menjalani gaya hidup sehat.

dr. Sunarya, SpJP juga ingin mengingatkan kepada masyarakat mengenai ukuran lemak perut yang dapat digunakan sebagai marker untuk penyakit jantung dan diabetes. Lingkar pinggang mudah diukur dan bisa dilakukan oleh semua orang, tak terkecuali dengan anda. Silakan mencoba.

Body Mass Index (BMI)

Body Mass Index (BMI)

DEFINISI

Body Mass Index (BMI) merupakan suatu pengukuran yang menunjukkan hubungan antara berat badan dan tinggi badan.

BMI merupakan suatu rumus matematika dimana berat badan seseorang (dalam kg) dibagi dengan tinggi badan (dalam m²).
BMI lebih berhubungan dengan lemak tubuh dibandingkan dengan indikator lainnya untuk tinggi badan dan berat badan.

Seseorang dengan BMI 25-29,9 dikatakan mengalami kelebihan berat badan (overweight), sedangkan seseorang dengan BMI 30 atau lebih dikatakan mengalami obesitas.

BMI bisa memperkirakan lemak tubuh, tetapi tidak dapat diartikan sebagai persentase yang pasti dari lemak tubuh.
Hubungan antara lemak dan BMI dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Wanita lebih mungkin memiliki persentase lemak tubuh yang lebih tinggi dibandingkan pria dengan nilai BMI yang sama. Pada BMI yang sama, orang yang lebih tua memiliki lebih banyak lemak tubuh dibandingkan orang yang lebih muda.

BMI yang sehat untuk dewasa adalah 18,5-24,9.
BMI yang tinggi merupakan suatu ramalan kematian karena penyakit jantung dan pembuluh darah.
Diabetes, kanker, tekanan darah tinggi dan osteoartritis juga merupakan akibat dari overweight dan obesitas yang sering ditemukan pada dewasa.
Obesitas sendiri merupakan faktor resiko yang kuat dari kematian dini.

Interpretasi nilai BMI untuk dewasa, tanpa memperhatikan umur maupun jenis kelamin:

  • Underweight (berat badan kurang) : BMI <>
  • Overweight (kelebihan berat badan) : BMI 25-29.9
  • Obesitas : BMI 30 atau lebih.

    Rumus BMI.
    BMI = Berat badan (kg) ÷ Tinggi badan (m²)
    atau
    BMI = Berat badan (kg) ÷ Tinggi badan (cm) ÷ Tinggi badan (cm) x 10.000

    Contoh : seseorang dengan berat badan 95,3 kg dan tinggi 182,9 cm memiliki
    BMI = 95,3 ÷ 182,9 ÷ 182,9 x 10.000 = 28,5


    Tabel BMI


    BMI berdasarkan usia.

    Sejalan dengan pertumbuhannya, maka lemak tubuh anak-anak berubah dari tahun ke tahun. Interpretasi BMI tergantung kepada usia anak. Selain itu, lemak tubuh anak perempuan dan anak laki-laki berbeda. Karena itu untuk anak-anak tersedia 2 grafik yang berbeda untuk perempuan dan laki-laki.

    Setiap grafik dari CDC untuk BMI berdasarkan umur terdiri dari serangkaian garis lengkung yang menunjukkan persentil tertentu.
    BMI menurun selama masa pra-sekolah, lalu meningkat pada masa dewasa.

    Grafik BMI berdasarkan usia untuk anak laki-laki

    Contoh 1
    Perhatikan BMI untuk anak laki-laki pada persentil 95
    Usia BMI Persentil
    2 tahun 19,3 95
    4 tahun 17,8 95
    9 tahun 21,0 95
    13 tahun 25,1 95

    Pada contoh diatas, kita dapat melihat bahwa BMI anak laki-laki pada masa pra-sekolah menurun dan sejalan dengan bertambahnya usia, BMInya meningkat, tetapi masih dalam persentil 95.

    Grafik BMI berdasarkan usia untuk anak perempuan

    Contoh 2
    Dengan menggunakan data berikut, kita akan melihat BMI untuk anak perempuan dalam masa pertumbuhannya dari usia 3 tahun sampai 9,5 tahun.
    Usia Tinggi (inci) Berat badan (pon) BMI Persentil
    3 37,2 31 15,7 50
    5 42,4 38,7 15,1 50
    7 47,8 50,2 15,4 50
    9,5 53,3 66,9 16,5 50

    Untuk menggambarkan BMI berdasarkan umur dengan menggunakan data diatas, carilah usia anak pada skala horisontal lalu ikuti skala vertikal untuk BMI. Akan tampak bahwa pertumbuhan anak tersebut pada persentil 50 adalah stabil.

    Mengartikan BMI berdasarkan usia pada anak-anak dan remaja:
  • Underweight : BMI <>
  • Resiko mengalami overweight : BMI > persentil 85
  • Overweight : BMI > persentil 95.

    60% anak-anak dan remaja dengan BMI > persentil 95 memiliki minimal 1 faktor resiko, sedangkan 20% memiliki 2 atau lebih faktor resiko untuk terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah.
    Anak-anak yang overweight cenderung menjadi dewasa yang overweight.
  • Ancaman kesehatan di balik kegemukan

    Ancaman kesehatan di balik kegemukan
    25-10-2002 15:00:48 - infokes.com
    Kegemukan termasuk salah satu yang ditakuti sebagian besar perempuan karena kegemukan dianggap menjadikan badan tidak menarik lagi, dana akan mengurangi kecantikan seseorang. Kegemukan pada orang dewasa umur di atas 18 tahun dapat diukur salah satunya dengan indeks massa tubuh (IMT). Indeks massa tubuh diketahui dengan mengukur berat badan (BB) dalam kilogram dan tinggi badan (TB) dalam meter. Rumus IMT yang digunakan BB dibagi (TB)2. Status gizi dikatakan gemuk bila perhitungan IMT nilainya di atas 25,0, dan di katakan gemuk tingkat berat (obesitas) bila nilai IMT di Atas 27,0.

    Masukan makanan, kekurangan energi, dan keturunan merupakan tiga faktor yang dianggap mengatur perlemakan tubuh dalam proses terjadinya kegemukan. Menurut Soetrisno (1996), dua faktor pertama, yaitu masukan energi dan kekurangan energi, dianggap sebagai penyebab langsung, sedangkan keturunan sebagai penyebab tidak langsung. Penimbunan lemak tersebut terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara jumlah energi yang dikonsumsi dengan yang digunakan.

    Husaini (1996) mengatakan, bahwa seseorang berada dalam keadaan tetap (konstan) apabila jumlah energi yang masuk sama besarnya dengan energi yang dikeluarkan. Jumlah energi yang masuk dapat dihitung dari masukan makanan dan minuman setiap harinya. Sedangkan total pengeluaran energi merupakan jumlah energi yang dikeluarkan dalam keadaan istirahat atau disebut basal metabolic rate (BMR), ditambah dengan energi yang dikeluarkan untuk pencernaan makanan dan penyerapan zat-zat gizi atau disebut specific dynamic action (SDA), dan ditambah lagi dengan energi yang dikeluarkan untuk bekerja atau melakukan kerja fisik. Jadi total energi yang dikeluarkan merupakan penjualan BMR + SDA + kegiatan fisik.


    LUASNYA MASALAH
    Prevalensi kegemukan di Indonesia relatif tinggi. Penelitian kodyat dkk. (1996) terhadap 10.459 orang umur 18 tahun ke atas di 12 kotamadya di Indonesia pada tahun 1996 menunjukkan bahwa yang menderita kegemukan sebanyak 22,5%, yang 54,2% di antaranya menderita kegemukan tingkat berat (obesitas). Bila dilihat menurut jenis kelamin, ternyata perempuan sebesar 26,1% dan laki-laki 15,7%. Nah, kaum hawa hendaknya hati-hati barangkali termasuk Anda di antara 26,1% ini. Bila dilihat menurut jenis pekerjaan, pegawai negeri sipil (PNS) sebesar 27,3% termasuk gemuk. ABRI (dulu belum dipisah TNI dan Polisi) sebesar 26,4 di antaranya termasuk gemuk. Di antara wiraswasta sebesar 26,5% termasuk gemuk. Bila hanya dilihat kelompok umur, 41-55 tahun ternyata prevalensi gemuknya lebih tinggi, yaitu dari 2.586 orang sebesar 33,7%, yang 59,0% di antaranya termasuk obesitas.


    AKIBAT KEGEMUKAN
    Banyak orang beranggapan bahwa kegemukan dapat mengurangi kemolekan tubuh, kegemukan juga bisa mengurangi kegesitan gerak badan dan kerap lebih mudah menimbulkan kelelahan. Selain itu kelebihan berat badan menimbulkan beragam gangguan kesehatan.

    Soegih (1988) merangkum hubungan kesehatan individu dengan kegemukan, yang ringkasnya sebagai berikut :

    Umur rata-rata seseorang


    Penelitian yang dilakukan oleh Metropolitan life Insurance terhadap 50.000 orang menunjukkan bahwa angka kematian pria gemuk 79% lebih tinggi dari pada pria yang mempunyai berat badan normal, sedangkan untuk wanita gemuk 61% lebih tinggi daripada wanita yang mempunyai berat badan normal.

    Penyakit gula (diabetes mellitus)




    Dalam penelitian di Jakarta pada tahun 1982 ditemukan diabetes mellitus lebih banyak terdapat pada orang-orang yang gemuk dibandingkan dengan orang-orang yang tidak gemuk. Pada penelitian ini ditemukan 6,7% orang-orang gemuk tersebut menderita diabetes mellitus, sedangkan pada orang-orang yang tidak gemuk hanya 0,95%.

    Penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi)




    Penelitian terhadap 74.000 karyawan di Amerika menunjukkan bahwa jelas terdapat hubungan antara bertambah beratnya badan dengan tekanan darah tinggi. Penurunan berat badan 2 kg akan menurunkan tekanan darah sistolik 2,5 mm Hg dan tekanan diastolic 1,5 mm Hg.

    Penyebab kenaikan tekanan darah ini tidak diketahui dengan pasti, tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa pada orang gemuk terdapat peningkatan jumlah darah yang beradar sehingga tekanan darah meningkat.

    Penyakit jantung





    Sebuah penelitian membuktikan bahwa orang dengan kelebihan berat badan lebih mudah terkena penyakit jantung dibandingkan dengan yang berat badan normal. Jenis penyakit jantung yang sering terjadi yaitu aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah). Pada orang gemuk kerja jantung akan lebih besar dan akan dapat menyebabkan pembesaran jantung dan jadi lemah, keadaan yang akan normal kembali apabila berat badan turun.

    Penyakit-penyakit lain




    Masih banyak penyakit akibat kegemukan, seperti pada wanita kelainan haid dan kemandulan, keputihan, penyakit kulit di lipatan paha dan payudara, keracunan kehamilan, pada pria gangguan pernapasan, rematik, varices, hernia, dan sering terjadi juga penyakit batu empedu.


    WASPADAI KEGEMUKAN
    Anda yang sudah merasa gemuk hendaknya perlu waspada. Rencanakan suatu pola penurunan berat badan secara terencana, dan sesuai dengan segi-segi kesehatan.

    Beberapa latihan fisik untuk mengurangi kegemukan harus dilakukan. Kegiatan fisik, misalnya olahraga, dimaksudkan agar dapat membakar energi yang tertumpuk dalam badan. Kegiatan fisik ini hendaknya secara bertahap dan terencana. Dimulai dengan kegiatan ringan, kemudian ditingkatkan, secara teratur setiap hari. Untuk ini diperlukan motivasi yang tinggi untuk mengubah cara hidup dari kurang bergerak ke dalam kondisi yang senantiasa melakukan kegiatan fisik secara berkesinambungan.

    Penurunan berat badan yang perlahan dan stabil lebih ideal daripada penurunan yang cepat karena biasanya menimbulkan keluhan yang bermacam-macam seperti pusing, berkunang-kunang, lesu dan tidak berkonsentrasi.

    Dari segi makanan, hendaknya untuk sementara mengurangi atau bahkan menghindari makanan yang berlemak, begitu juga makanan yang manis-manis. Makanan sumber lemak tinggi banyak terdapat pada makanan trendi (fast foot), soto babat, jeroan, dan lain-lain yang memiliki kontribusi terhadap kegemukan. Sangat dianjurkan mengkonsumsikan makanan berserat tinggi. Serat makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti sayuran dan buah-buahan mempunyai efek mengenyangkan dan relatif rendah kalori tetapi kaya akan vitamin dan mineral. Untuk lebih detailnya ada baiknya Anda berkonsultasi dengan ahli gizi.

    Atasi segera obesitas pada remaja!

    Atasi segera obesitas pada remaja!
    11/07/2008 - nita-medicastore.com

    Obesitas (kegemukan) pada remaja tidak dapat dipandang sebelah mata. Semakin banyaknya remaja yang mengalami obesitas saat ini menjadi indikasi masalah kesehatan yang akan terus berkembang. Sebuah langkah penting untuk mengenal obesitas pada remaja secara lebih dalam, mengingat obesitas sering menimbulkan risiko kesehatan lainnya yang lebih serius.

    Sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam American Journal of Epidemiology mengungkapkan, obesitas yang dialami seseorang pada saat remaja berkaitan erat dengan peningkatan risiko kematian di usia paruh baya.

    Penelitian tersebut melibatkan 227 ribu pria dan wanita Norwegia yang diukur tinggi dan berat badannya antara tahun 1963-1975 saat mereka berusia antara 14-19 tahun. Dengan mengikuti perkembangan mereka sampai tahun 2004, saat mereka rata-rata berusia 52 tahun, 9650 orang diantaranya meninggal.

    Dari hasil penelitian diketahui bahwa mereka yang mengalami obesitas atau overweight (kelebihan berat badan) saat remaja diketahui 3-4 kali lebih berisiko mengalami penyakit jantung yang berujung pada kematian. Risiko kanker kolon serta penyakit pernapasan seperti asma dan emfisema juga meningkat 2-3 kali.

    Obesitas atau Overweight?

    Obesitas yang dalam bahasa awam sering disebut kegemukan merupakan kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas dapat menurunkan rasa percaya diri seseorang dan menyebabkan gangguan psikologis yang serius. Belum lagi kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Dapat dibayangkan jika obesitas terjadi pada remaja, maka remaja tersebut akan tumbuh menjadi remaja yang kurang percaya diri.

    Obesitas terjadi jika seseorang mengkonsumsi kalori melebihi jumlah kalori yang dibakar. Pada hakikatnya, tubuh memerlukan asupan kalori untuk kelangsungan hidup dan aktivitas fisik. Namun untuk menjaga berat badan, perlu adanya keseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar. Ketidakseimbangan energi yang terjadi dapat mengarah pada kelebihan berat badan dan obesitas. Ketidakseimbangan energi yang masuk dan keluar ini berbeda pada tiap individu. Beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya genetik dan lingkungan.

    Derajat obesitas biasanya diukur dengan menghitung Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT). Nilai BMI diperoleh dari membagi berat badan dalam kilogram (kg) dengan kuadrat tinggi dalam meter (m2). Nilai 25-29,9 dikategorikan sebagai berat badan lebih (overweight), sedangkan nilai 30 atau lebih dikatakan sebagai obesitas.

    Tabel Klasifikasi BMI

    Klasifikasi BMI (kg/m2)
    Underweight <18.50
    Berat <16.00>
    Menengah 16.00 - 16.99
    Ringan 17.00 - 18.49
    Batas Normal 18.50 - 24.99
    Overweight ≥25.00
    Pre-obesitas 25.00 - 29.99
    Obesitas ≥30.00
    Obesitas I 30.00 - 34-99
    Obesitas II 35.00 - 39.99
    Obesitas III ≥40.00

    Sumber: Diadaptasi dari WHO

    Obesitas, Masalah Sensitif bagi Remaja

    Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja. Remaja yang mengalami kelebihan berat badan mungkin memperhatikan perubahan fisiknya tersebut. Di samping risiko kesehatan jangka panjang seperti peningkatan tekanan darah dan diabetes, masalah sosial dan emosional sebagai akibat kelebihan berat badan dapat menyebabkan remaja putus asa. Belum lagi jika usaha menurunkan berat badan tidak memberikan hasil terbaik.

    Remaja perlu diingatkan bahwa tidak ada gambaran tubuh yang sempurna yang dapat dicapai. Berat yang sesuai untuk seseorang belum tentu tepat untuk orang lain. Remaja harus didorong untuk mencapai berat badan yang sehat.

    Menurunkan berat badan dan tetap mempertahankannya merupakan komitmen jangka panjang. Diperlukan perubahan gaya hidup yang teratur dan konsisten agar upaya yang telah dilakukan tidak sia-sia. Diet yang berlebihan akan mengurangi asupan nutrisi yang diperlukan untuk perkembangan remaja. Sementara pil penurun berat badan instan hanyalah solusi sementara yang tidak menyelesaikan akar permasalahan.

    Aktivitas fisik juga diperlukan untuk membantu penurunan berat badan dan membakar kalori. Ikut serta dalam tim olahraga di sekolah, bersepeda atau mungkin berjalan kaki ke sekolah merupakan diantara cara untuk membuat remaja tetap aktif. Mencuci mobil atau melakukan pekerjaan rumah tangga juga dapat dihitung sebagai aktivitas fisik.

    Biasakan remaja untuk sarapan sebelum memulai aktivitas. Walaupun kadang dianggap sepele, namun sesungguhnya sarapan merupakan hal yang penting. Sarapan yang bergizi akan memberi energi untuk menghadapi aktivitas sepanjang hari. Selain itu, sarapan dapat mencegah remaja makan berlebihan pada siang dan malam harinya. Bekali juga remaja dengan cemilan sehat seperti buah-buahan.

    Mengukur porsi makanan juga penting. Makanlah hanya saat lapar dan berhenti sebelum benar-benar merasa kenyang. Hal yang sering dilupakan oleh remaja adalah konsumsi minuman yang mengandung gula dan kalori berlebih seperti soda. Padahal, kelebihan kalori akan berakibat pada obesitas.

    Kebiasaan sehat harus ditularkan ke seluruh anggota keluarga. Makanan sehat dan aktivitas fisik tentunya baik untuk semua orang. Remaja yang sedang dalam proses penurunan berat badan memerlukan dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitarnya.

    Cara Penurunan Berat Badan yang Sehat

    Tujuan dari terapi obesitas tak lain untuk mencapai dan menjaga berat badan yang sehat. Jumlah kilogram berat badan yang harus diturunkan ini terkadang lebih sedikit daripada yang dirasakan oleh mereka yang menjalani terapi obesitas.

    Padahal, penurunan berat badan sekitar 5-10% saja sudah dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan. Namun jangan pernah berhenti saat mencapai hasil ini. Penurunan berat badan 0,5-1 kg per minggu secara perlahan dan konstan merupakan cara yang aman untuk menjaga berat badan.

    Upaya untuk mencapai berat badan yang sehat dapat dilakukan melalui perubahan pola makan (diet), peningkatan aktivitas fisik, dan modifikasi perilaku. Dokter dapat meresepkan obat antiobesitas atau merekomendasikan tindakan bedah untuk membantu menurunkan berat badan. Namun semua itu tergantung kepada kondisi tiap individu.

    • Perubahan Pola Makan (Diet)
      Inti dari perubahan pola makan ini adalah mengurangi asupan kalori total. Caranya dengan lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayur, serta membatasi gula dan lemak. Bicarakan dengan dokter atau ahli gizi untuk mengetahui kebutuhan kalori anda.

      Diet ekstrim tidak disarankan karena dapat mengurangi nutrisi yang seharusnya diperlukan dalam masa pertumbuhan remaja, misalnya dengan terjadinya defisiensi vitamin. Puasa terus-menerus juga bukanlah suatu jawaban karena penurunan berat badan kebanyakan berasal dari kehilangan air dari dalam tubuh, sehingga tubuh akan terasa lemas.

    • Peningkatan Aktivitas Fisik
      Tujuan aktivitas fisik dalam penurunan berat badan adalah membakar lebih banyak kalori. Banyaknya kalori yang dibakar tergantung dari frekuensi, durasi, dan intensitas latihan yang dilakukan. Salah satu cara untuk menghilangkan lemak tubuh adalah dengan aerobik atau berjalan kaki selama 30 menit setiap harinya. Dapat pula dilakukan modifikasi yang dapat meningkatkan aktivitas fisik sehari-hari. Misalnya dengan lebih memilih menggunakan tangga untuk naik atau turun beberapa lantai dibanding menggunakan elevator.

    • Modifikasi Perilaku
      Modifikasi perilaku digunakan untuk mangatur/memodifikasi pola makan dan aktivitas fisik pada mereka yang menjalani terapi obesitas. Melalui modifikasi perilaku ini dapat diketahui faktor atau situasi apa yang dapat membuat berat badan menjadi berlebih sehingga diharapkan dapat membantu mengatasi ketidakpatuhan dalam terapi obesitas.

    • Obat Antiobesitas
      Dokter dapat mempertimbangkan memberikan obat antiobesitas jika:
      • Metode penurunan berat badan lainnya tidak berhasil.
      • Nilai BMI lebih dari 27 dan ada komplikasi medis dari obesitas, seperti diabetes, peningkatan tekanan darah, dan sleep apnea.
      • Nilai BMI lebih dari 30.

      Ada dua jenis obat yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk penurunan berat badan, yakni:

      • Sibutramin
        Sibutramin bekerja untuk menekan nafsu makan dengan cara menghambat ambilan ulang neurotransmiter norepinefrin dan serotonin. Sibutramine mengubah kimiawi otak sehingga anda akan merasa lebih cepat kenyang.

        Walaupun secara umum sibutramin dapat lebih menurunkan berat badan dibanding diet dan olahraga, namun itu bukanlah segalanya. Penelitian menunjukkan bahwa setelah satu tahun, pengguna sibutramin mengalami penurunan berat badan hanya sekitar 5 kg dibanding mereka yang menjalani diet rendah kalori dan menggunakan plasebo.

        Efek samping penggunaan sibutramin yakni peningkatan tekanan darah, sakit kepala, mulut kering, konstipasi, dan insomnia.

      • Orlistat
        Orlistat merupakan suatu penghambat lipase, bekerja dengan membatasi absorpsi lemak diet dari dalam tubuh. Orlistat mencegah penyerapan/absorpsi lemak di usus. Lemak yang tidak diserap akan keluar bersama kotoran.

        Rata-rata penurunan berat dengan menggunakan orlistat adalah sekitar 3 kg setelah satu tahun. Penggunaan orlistat harus disertai dengan diet untuk memperoleh hasil terbaik.

        Efek samping orlistat diantaranya kotoran yang berminyak dan pergerakan usus yang lebih sering. Karena orlistat menghalangi penyerapan beberapa nutrien, dokter juga akan menyarankan penggunaan multivitamin.

    • Tindakan Pembedahan
      Jika semua tindakan di atas tidak mampu menurunkan berat badan, maka pembedahan dapat menjadi pilihan. Operasi gastric bypass dapat dilakukan dengan cara merubah anatomi sistem pencernaan untuk membatasi jumlah makanan yang dimakan dan dicerna.

      Pembedahan untuk menurunkan berat badan dapat dipertimbangkan jika:
      • Nilai BMI 40 atau lebih.
      • Nilai BMI antara 35-39,9 dan terdapat risiko kesehatan serius terkait obesitas, seperti diabetes atau peningkatan tekanan darah.