BATU GINJAL
Batu ginjal merupakan salah satu penyebab penyakit gagal ginjal, dahulu untuk membuangnya harus lewat operasi. Kini, dengan teknologi kedokteran canggih, batu yang berukuran kecil pun bisa dihancurkan tanpa melibatkan pisau bedah.
Mengusir Batu Ginjal Tanpa Operasi
Pak Santo (40) sudah delapan bulan mondar-mandir ke rumah sakit untuk menjalani cuci darah. Ia mengaku, ginjalnya rusak gara-gara infeksi batu yang sudah lama ngendon dalam ginjalnya. Infeksi kronis ini perlahan-lahan menggerogoti fungsi ginjalnya. Akibatnya, dalam waktu singkat fungsinya tinggal sekitar 5%. Mau tidak mau seumur hidup, setiap tiga hari sekali ia harus menjalani cuci darah.
Pakar penyakit ginjal dan hipertensi, almarhum Prof. R.P. Sidabutar pernah menyatakan, infeksi batu ginjal kronis merupakan faktor penyebab kedua terjadinya gagal ginjal di Indonesia. Pada kasus ini pembentukan batu terjadi pada buli-buli (kandung kemih) atas atau bawah serta pada piala ginjal (calyx), tidak pada salurannya. Namun, yang menjadi penyebab utama gagal ginjal pada umumnya adalah infeksi batu pada ginjal atau kandung kemih atas.
“Sejak tahun “70-an jumlah penderita batu ginjal meningkat. Kalau sampai akhir tahun “60-an pengendapan batu kebanyakan terjadi pada kandung kemih, belakangan pada piala ginjal,” kata dr. David Manuputty dari RS PGI Cikini.
Penyakit gagal ginjal juga banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan makanan. “Semakin makmur suatu masyarakat, semakin banyak terjadi endapan batu pada ginjal, dibandingkan pada kandung kemih,” tambah Manuputty. Konsumsi minuman dan makanan yang kurang higienis memacu terjadinya air seni pekat, sehingga memudahkan terbentuknya infeksi atau kristal batu pada kandung kemih. Sebaliknya pola makan masyarakat maju yang cenderung memilih makanan berkadar kalsium-oksalat (misalnya makanan dengan olahan bahan susu, minuman cola, makanan bergaram tinggi, makanan manis, vitamin C dosis tinggi, kopi, teh kental, dll.) serta asam urat (tinggi protein), memudahkan terbentuknya endapan pada piala ginjal karena konsentrasi air seni cepat meningkat.
Di samping itu yang tak kalah pentingnya adalah faktor bakat atau warisan genetik seseorang. “Kalau salah satu sanak saudara kita ada yang menderita penyakit batu ginjal atau batu kemih, artinya kita mempunyai kecenderungan lebih besar terserang penyakit yang sama daripada orang lain.”
Sekarang jumlah pasien batu kemih atau ginjal di RS PGI Cikini sekitar 530 orang per tahun. Usianya bervariasi, 20-an ke atas. Sementara itu dr. Puji Rahardjo dari RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo menambahkan, penyakit batu ginjal yang diderita 0,5% penduduk Indonesia ini lebih banyak menyerang kaum pria dibandingkan wanita. Bila 1 - 2% dari populasi diperiksa kadar kalsium air seninya akan meninggi, tetapi hanya 10% yang terkena penyakit batu ginjal. Hal ini, menurut dr. Puji, menunjukkan adanya faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu selain bahan dasarnya. Faktor tersebut antara lain adalah kurangnya cairan tubuh yang menyebabkan produksi air seni sedikit dan pekat. Pada mereka yang setiap hari bekerja di udara terbuka (petani, pekerja lapangan) atau di ruang mesin yang panas, terutama yang kurang minum, akan cepat menimbulkan efek perubahan keasaman atau kebasaan air seni. Masalahnya, di sini faktor penghambat pembentukan batu jadi berkurang atau hilang sama sekali. Atau, bisa pula terjadi peningkatan kalsium dalam urine karena mobilisasi kalsium tulang akibat seseorang tidak lagi bisa bergerak karena sakit lumpuh, misalnya.
Konsumsi vitamin C dan D dosis tinggi pada seseorang yang secara genetik berbakat, akan memudahkannya terserang penyakit ini. Pada orang berbakat batu, mengkonsumsi 100 - 300 mg vitamin C setiap hari, menurut dr. David, memudahkan terbentuknya batu. Soalnya, vitamin C mengandung kalsium oksalat tinggi. Vitamin D dosis tinggi pun menyebabkan absorbsi kalsium ke dalam usus meningkat. Obat sitostatik untuk penyakit kanker pun memudahkan pembentukan batu karena meningkatkan asam urat.
Silent Stone
Selain batu kalsium oksalat (60 - 80%), menurut dr. Puji ada lagi campuran kalsium oksalat-fosfat yang sifatnya lebih keras. Pada pemeriksaan radiologi, batu ini tampak putih seperti tulang karena kandungan kalsiumnya lebih tinggi. Ada lagi batu tripel fosfat (10 - 15%) yang tersusun dari kalsium-magnesium-ammonium fosfat(struvite). Batu ini terbentuk akibat infeksi saluran kemih karena kuman golongan Proreous, Pseudomonas, Klebsicla, atau Stafilok. Bentuk batu menyerupai tanduk rusa karena mengisi saluran kemih yang berbentuk seperti tanduk rusa. Lalu ada batu sistin yang terjadi akibat faktor genetik. Namun campuran fosfat dan sistin ini jarang terjadi. Sedangkan batu karena asam urat (5 - 15%) terbentuk akibat sekresi asam urat yang berlebihan dalam urin akibat faktor genetik yang diperberat dengan konsumsi makanan kaya purin, umpamanya jerohan.
Dalam pemeriksaan radiologi, batu jenis ini sering tidak tampak kecuali kalau unsurnya tercampur dengan kalsium. Oleh sebab itu, selain memakai CT-Scan, pemeriksaan batu ginjal masih memerlukan bantuan suntikan cairan pekat intra venus yang kemudian bisa lebih jelas terlihat melalui USG. “Begitu pula pada pemeriksaan hematuri-makroskopik atau pemeriksaan sel darah merah yang masuk air seni, gejala penyakit ini sering tidak tampak dengan jelas (90%). “Walaupun hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan sudah tampak adanya gejala awal atau gejala pegal pinggang, penderita sering mengacuhkannya. Tahu-tahu batu sudah sebesar telur ayam,” kata dr. David.
“Pembentukan batu secara perlahan-lahan ini dinamakan silent stone”. Pada umumnya penderita baru mengeluh setelah batu membesar dan dapat terdeteksi jelas. Apalagi bila mulai timbul gejala yang lebih nyata seperti sakit atau pegal pinggang bawah yang kadang-kadang terasa sampai ke perut depan bawah, terjadi kolik (sumbatan mendadak pada saluran atau ureter secara mendadak yang mengakibatkan rasa sakit luar biasa karena batu tajam yang turun ke saluran menyebabkan mengembangnya saluran) yang sering diiringi muntah dan berkeringat banyak atau batu mengalami infeksi sehingga seluruh salurannya terinfeksi.
Bahkan kerusakan pada satu ginjal seringkali tidak tampak dalam sistem kelancaran buang air kecilnya karena dengan satu ginjal sehat kelancaran air seni tidak terganggu. Namun, begitu kedua ginjal mulai kurang berfungsi (”tertular” ginjal yang infeksi) sistem pembuangan urine mulai terganggu. Pada tahap ini air seni mengalir tidak lancar atau anyang-ayangen (Bhs. Jawa), tubuh terserang demam.
Pembesaran atau infeksi kelenjar prostat yang terbanyak menyerang pria usia 50 ke atas juga sering kali menimbulkan komplikasi timbulnya batu kandung kemih. Pembesaran prostat menyebabkan aliran air seni terganggu sehingga air seni mudah membentuk kristal.
Tindakan Tepat
Penatalaksanaan pengobatan penyakit batu ginjal, menurut dr. Puji, menyangkut beberapa strategi terhadap keluhan gejala. Mula-mula keluhan sakit dihilangkan, kemudian mengatasi infeksi serta komplikasi lain. Terakhir, tentu usaha menghancurkan atau mengangkat batunya. Sebelum batu diangkat atau dihancurkan tentu perlu pemeriksaan laboratorium, radiologi, USG, dll.
Selain lewat pembedahan terbuka, penghancuran batu ginjal dan kemih bisa dilakukan dengan metode litotripsi atau proses menghancurkan batu menggunakan gelombang kejut atau ultrasonik. Ada dua prosedur litotripsi yakni ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) dan Percutaneous Lithotripsy (tusukan pada kulit) yang sudah cukup lama digunakan di beberapa rumah sakit di Indonesia. “Metode ESWL dari Jerman yang kami gunakan seperti main jackpot,” gurau dr. David. Alat litotripsi berada di luar tubuh (lihat gambar). Sebelum batu ditembak, dilakukan foto rontgen untuk mengetahui posisi batu. Kemudian melalui layar monitor, dicari lagi sasaran yang tepat. Di sini pasien tidak harus dibius. Posisi pasien telentang atau telungkup tergantung letak batu. Setelah tembakan berulang kali tepat sasaran, pecahan batu akan keluar bersama air seni (kencing bercampur darah selama 12 jam). Agar pasien tidak kesakitan tentu proses penembakan tidak boleh dengan tekanan tinggi.
Sedangkan metode percutaneous berupa alat nefroskop (alat teropong mirip bor kecil) yang dilengkapi alat penghantar gelombang getar ultrasosonik, dimasukkan ke dalam ginjal melalui lubang sayatan di panggul. Dengan gelombang getar ultrasonik tersebut, batu dapat dipecahkan dan disingkirkan, kemudian pecahan juga keluar bersama air seni. Mungkin penderita akan merasa nyeri sewaktu kencing keluar melalui kateter karena saluran kencing agak terhalang oleh pecahan batu tadi.
Pemecahan batu dengan kedua alat tersebut mengharuskan pasien tinggal di rumah sakit selama 2 - 3 hari sampai kencing jernih kembali. Setelah seminggu pasien bisa kembali aktif.
Cara yang lebih canggih sekarang dengan menggunakan sinar laser. Tipe laser yang digunakan semula adalah tipe pulse dye. Belakangan sejak Agustus 1997 RS PGI Cikini menggunakan laser tipe Ho:Yag atau Holmium asal AS. Caranya, melalui saluran ureta dimasukkan selang fiber mini, yang langsung dapat mengenai batu sasaran. Kalau tipe pulse dye hanya untuk batu ginjal atau kemih saja, tipe Holmium ini lebih multiguna. Misalnya juga untuk pengobatan pembesaran atau infeksi prostat serta tumor jinak kandung kemih.
Holmium ini pandai mengatur frekuensi tembakan agar batu tidak terdorong ke atas. Jarak antara selang fiber dengan batu paling-paling hanya 1 mm. Dengan sistem gelombang pulsasi batu dengan segera bisa dipunahkan. Tindakan dengan mesin canggih ini dinilai lebih cepat (1,5 jam untuk batu besar), risiko perdarahan atau kerusakan jaringan sekitarnya hampir tidak ada serta nyeri pascaoperasi dan risiko komplikasi hampir tidak terasa. Penderita tidak perlu menginap di rumah sakit, bisa langsung pulang begitu kesadaran sudah pulih. Biayanya pun sekitar Rp 1 juta lebih murah daripada operasi terbuka. Komplikasi paling-paling terasa sedikit demam dan nyeri setelah tindakan, yang bisa diatasi dengan obat antibiotika. Sedangkan terciptanya semacam kepulan debu (perforasi) akibat sistem pulsasi tadi, menurut dr. David, bisa diatasi dengan mengalirkan terus menerus cairan NaCl fisiologis. Untuk menangani batu pada kantung kemih misalnya, diperlukan pulsasi rata-rata 10 - 20 kali per detik. Untuk batu saluran kemih (ureter) hanya 5 - 10 kali per detik. Di sini pasien perlu dibius dan kondisi jantung, paru-paru dan ginjal harus baik agar sasaran tercapai dengan sukses.
“Cara penanggulangan batu ginjal dan kemih memang bervariasi,” ujar dr. David. Yang utama dicari kasusnya, letak dan ukuran batunya. Kemudian baru ditentukan diatasi dengan cara mana yang paling tepat atau kombinasi berbagai cara. Kalau letak batu sulit dijangkau atau terlalu besar, jalan satu-satunya dengan pembedahan. Kalau ginjal yang ditumbuhi batu mulai rusak, harus diangkat, agar ginjal yang masih sehat tidak ikut rusak”. Adakalanya menurut dr. Puji, khusus dibuat jalan pintas aliran air seni bila sumbatan batu sulit atau tidak bisa dihilangkan, agar ginjal yang masih sehat tidak ikut rusak.
Kemungkinan kambuh memang bisa terjadi apabila penderita kurang memperhatikan kesehatannya. “Pada umumnya batu kandung kemih tidak kambuh lagi, tapi tidak demikian dengan dengan batu pada ginjal,” tambah dr. David. “Namun, setiap tindakan seharusnya dapat mengenyahkan batu sampai bersih,” tambah dr. Puji.” Setelah dikeluarkan batu dianalisa kembali jenisnya, penyebab terjadinya batu, bagaimana terbentuknya, dll.
Yang secara teknis sulit dihancurkan atau dibersihkan apabila letak batu jauh dari pusat saluran kemih, atau jumlahnya banyak dan tersebar. Paling repot kalau tidak mungkin dilakukan operasi besar pada diri pasien karena kondisinya lemah atau mempunyai penyakit lain. Dalam kasus seperti itu tentu sebelum tindakan dilakukan perlu dipelajari secara saksama kadar zat pembentuk batu dengan memeriksa kadar zat pembentuk dalam urine(ditampung selama 24 jam) kemudian bisa dianalisis konsentrasi adanya zat-zat tersebut. Baru kemudian tindakan apa yang paling tepat dan aman bisa dilakukan. Batu bukan organik (kalsium oksalat dan fosfat) menurut dr. David biasanya tidak bisa larut hanya dengan obat-obatan, jadi harus dilakukan tindakan seperti di atas tadi.
Usaha yang perlu ditempuh agar penyakit ini tidak kambuh a.l. dengan minum air putih yang cukup agar kencing keluar 2 - 3 sehari. “Bila perlu harus minum sebelum tidur agar malam hari kencing tidak kurang,” tambah dr. Puji. Minuman segar seperti cola atau minuman bersoda lain, tidak dianjurkan untuk mereka yang pernah mengidap batu kalsium oksalat, tapi tidak bagi batu asam urat.
Pengobatan serta pencegahan agar tidak kambuh banyak ditentukan oleh jenis batunya. Misalnya batu kalsium akibat ekskresi kalsium yang meningkat di air seni dapat dicegah atau dikurangi dengan mengurangi asupan kalsium dalam makanan seperti makanan olahan dari susu sapi, tinggi kedelai misalnya. Atau, dokter memberikan obat yang berkhasiat mengurangi ekskresi kalsium. Untuk jenis batu ekskresi asam urat biasanya diberikan obat alupurinol yang dapat mengurangi batu kambuhan dari asam urat. Karena batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam maka perlu juga pengubahan suasana keasaman misalnya dengan garam natrium bikarbonat di samping obat alupurinol tadi. Sedangkan batu yang tidak disertai adanya ekskresi kalsium atau asam urat tinggi, dicoba dengan minum banyak dulu, belum perlu obat.
Olahraga seperti jalan atau lari pagi disertai minum cukup yang menunjang kelancaran keluarnya air seni sangat dianjurkan dr. David maupun dr. Puji. Bagi seseorang yang berbakat penyakit batu ginjal atau batu kemih, hendaknya selalu memperhatikan konsumsi makanan sehari-hari. Minum air putih paling tidak 5 - 8 gelas sehari. Soto jerohan sapi, es krim, keju, milk shake, kopi, cola, memang lezat, tapi ingat, terlalu banyak makanan dan minuman nikmat tersebut akan memudahkan pembentukan batu dalam ginjal Anda!
Sumber: URL Arsip: http://arsip.info/07_08_11_145617.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar