INFORMED CONSENT
Hak-Hak Pasien dalam Menyatakan Persetujuan
Rencana Tindakan Medis
dr. Rano Indradi S, M.Kes
(Health Information Management Consultant)
Seorang pasien memiliki hak dan kewajiban yang layak untuk dipahaminya selama dalam proses pelayanan kesehatan. Ada 3 hal yang menjadi hak mendasar dalam hal ini yaitu hal untuk mendapatkan pelayanan kesehatan (the right to health care), hak untuk mendapatkan informasi (the right to information), dan hak untuk ikut menentukan (the right to determination). Dalam artikel ini akan dipaparkan pelaksanaan dari 3 hak mendasar tersebut berkaitan dengan proses pengisian formulir pernyataan menyetujui terhadap suatu rencana tindakan medis. Proses untuk menyatakan setuju ini disebut dengan Informed Consent. Hak dan kewajiban yang lain dari seorang pasien akan dipaparkan dalam artikel yang lain.
Seorang pasien yang sedang dalam pengobatan atau perawatan disuatu sarana pelayanan kesehatan (saryankes) seringkali harus menjalani suatu tindakan medis baik untuk menyembuhan (terapeutik) maupun untuk menunjang proses pencarian penyebab penyakitnya (diagnostik). Pasien yang mengalami radang dan infeksi pada usus buntunya sehingga perlu dipotong melalui operasi, maka operasi ini termasuk tindakan medis terapeutik. Pada kasus penyakit lain, kadang-kadang dokter yang merawat perlu melakukan tindakan medis diagnostik, misalnya biopsi, pemeriksaan radiologi khusus, atau pengambilan cairan tubuh untuk pemeriksaan lebih lanjut guna memperjelas penyebab penyakit.
Hak atas informasi
Sebelum melakukan tindakan medis tersebut, dokter seharusnya akan meminta persetujuan dari pasien. Untuk jenis tindakan medis ringan, persetujuan dari pasien dapat diwujudkan secara lisan atau bahkan hanya dengan gerakan tubuh yang menunjukkan bahwa pasien setuju, misalnya mengangguk. Untuk tindakan medis yang lebih besar atau beresiko, persetujuan ini diwujudkan dengan menandatangani formulir persetujuan tindakan medis. Dalam proses ini, pasien sebenarnya memiliki beberapa hak sebelum menyatakan persetujuannya, yaitu :
Pasien berhak mendapat informasi yang cukup mengenai rencana tindakan medis yang akan dialaminya. Informasi ini akan diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan atau petugas medis lain yang diberi wewenang. Informasi ini meliputi :
• Bentuk tindakan medis
• Prosedur pelaksanaannya
• Tujuan dan keuntungan dari pelaksanaannya
• Resiko dan efek samping dari pelaksanaannya
• Resiko / kerugian apabila rencana tindakan medis itu tidak dilakukan
• Alternatif lain sebagai pengganti rencana tindakan medis itu, termasuk keuntungan dan kerugian dari masing-masing alternatif tersebut
Pasien berhak bertanya tentang hal-hal seputar rencana tindakan medis yang akan diterimanya tersebut apabila informasi yang diberikan dirasakan masih belum jelas,
Pasien berhak meminta pendapat atau penjelasan dari dokter lain untuk memperjelas atau membandingkan informasi tentang rencana tindakan medis yang akan dialaminya,
Pasien berhak menolak rencana tindakan medis tersebut
Semua informasi diatas sudah harus diterima pasien SEBELUM rencana tindakan medis dilaksanakan. Pemberian informasi ini selayaknya bersifat obyektif, tidak memihak, dan tanpa tekanan. Setelah menerima semua informasi tersebut, pasien seharusnya diberi waktu untuk berfikir dan mempertimbangkan keputusannya.
Kriteria pasien yang berhak
Tidak semua pasien boleh memberikan pernyataan, baik setuju maupun tidak setuju. Syarat seorang pasien yang boleh memberikan pernyatan, yaitu :
Pasien tersebut sudah dewasa. Masih terdapat perbedaan pendapat pakar tentang batas usia dewasa, namun secara umum bisa digunakan batas 21 tahun. Pasien yang masih dibawah batas umur ini tapi sudah menikah termasuk kriteria pasien sudah dewasa.
Pasien dalam keadaan sadar. Hal ini mengandung pengertian bahwa pasien tidak sedang pingsan, koma, atau terganggu kesadarannya karena pengaruh obat, tekanan kejiwaan, atau hal lain. Berarti, pasien harus bisa diajak berkomunikasi secara wajar dan lancar.
Pasien dalam keadaan sehat akal.
Jadi yang paling berhak untuk menentukan dan memberikan pernyataan persetujuan terhadap rencana tindakan medis adalah pasien itu sendiri, apabila dia memenuhi 3 kriteria diatas, bukan orang tuanya, anaknya, suami/istrinya, atau orang lainnya.
Namun apabila pasien tersebut tidak memenuhi 3 kriteria tersebut diatas maka dia tidak berhak untuk menentukan dan menyatakan persetujuannya terhadap rencana tindakan medis yang akan dilakukan kepada dirinya. Dalam hal seperti ini, maka hak pasien akan diwakili oleh wali keluarga atau wali hukumnya. Misalnya pasien masih anak-anak, maka yang berhak memberikan persetujuan adalah orang tuanya, atau paman/bibinya, atau urutan wali lainnya yang sah. Bila pasien sudah menikah, tapi dalam keadaan tidak sadar atau kehilangan akal sehat, maka suami/istrinya merupakan yang paling berhak untuk menyatakan persetujuan bila memang dia setuju.
Hak suami/istri pasien
Untuk beberapa jenis tindakan medis yang berkaitan dengan kehidupan berpasangan sebagai suami-istri, maka pernyataan persetujuan terhadap rencana tindakan medisnya harus melibatkan persetujuan suami/istri pasien tersebut apabila suami/istrinya ada atau bisa dihubungi untuk keperluan ini. Dalam hal ini, tentu saja suami/istrinya tersebut harus juga memenuhi kriteria “dalam keadaan sadar dan sehat akal”.
Beberapa jenis tindakan medis tersebut misalnya tindakan terhadap organ reproduksi, KB, dan tindakan medis yang bisa berpengaruh terhadap kemampuan seksual atau reproduksi dari pasien tersebut.
Dalam keadaan gawat darurat
Proses pemberian informasi dan permintaan persetujuan rencana tindakan medis ini bisa saja tidak dilaksanakan oleh dokter apabila situasi pasien tersebut dalam kondisi gawat darurat. Dalam kondisi ini, dokter akan mendahulukan tindakan untuk penyelamatan nyawa pasien. Prosedur penyelamatan nyawa ini tetap harus dilakukan sesuai dengan standar pelayanan / prosedur medis yang berlaku disertai profesionalisme yang dijunjung tinggi.
Setelah masa kritis terlewati dan pasien sudah bisa berkomunikasi, maka pasien berhak untuk mendapat informasi lengkap tentang tindakan medis yang sudah dialaminya tersebut.
Tidak berarti kebal hukum
Pelaksanaan informed consent ini semata-mata menyatakan bahwa pasien (dan/atau walinya yang sah) telah menyetujui rencana tindakan medis yang akan dilakukan. Pelaksanaan tindakan medis itu sendiri tetap harus sesuai dengan standar proferi kedokteran. Setiap kelalaian, kecelakaan, atau bentuk kesalahan lain yang timbul dalam pelaksanaan tindakan medis itu tetap bisa menyebabkan pasien merasa tidak puas dan berpotensi untuk mengajukan tuntutan hukum.
Informed consent memang menyatakan bahwa pasien sudah paham dan siap menerima resiko sesuai dengan yang telah diinformasikan sebelumnya. Namun tidak berarti bahwa pasien bersedia menerima APAPUN resiko dan kerugian yang akan timbul, apalagi menyatakan bahwa pasien TIDAK AKAN menuntut apapun kerugian yang timbul. Informed consent tidak menjadikan dokter kebal terhadap hukum atas kejadian yang disebabkan karena kelalaiannya dalam melaksanakan tindakan medis.
----- o0o -----
posted by RanoCenter | 12:30 PM | 3 comments
Antara “Lama Dirawat (LD)” dan “Hari Perawatan (HP)”
dr. Rano Indradi S, M.Kes
(Health Information Management Consultant)
Dalam penghitungan statistik pelayanan rawat inap di rumah sakit (RS) dikenal dua istilah yang masih sering rancu dalam cara pencatatan, penghitungan, dan penggunaannya. Dua istilah tersebut adalah Lama Dirawat (LD) dan Hari Perawatan (HP). Masing-masing istilah ini memiliki karakteristik cara pencatatan, penghitungan, dan penggunaan yang berbeda.
Lama Dirawat (LD)
LD menunjukkan berapa hari lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu episode perawatan. Satuan untuk LD adalah “hari”. Cara menghitung LD yaitu dengan menghitung selisih antara tanggal pulang (keluar dari RS, hidup maupun mati) dengan tanggal masuk RS. Dalam hal ini, untuk pasien yang masuk dan keluar pada hari yang sama – LDnya dihitung sebagai 1 hari.
Contoh penghitungan LD:
Beberapa istilah lain yang timbul berkaitan dengan penghitungan LD, antara lain: total LD (ΣLD) dan rerata LD. ΣLD menunjukkan total LD dari seluruh pasien yang dihitung dalam periode yang bersangkutan.
Contoh penghitungan Σ LD di suatu bangsal atau suatu RS:
Ket:
• o : tanggal masuk
• x : tanggal keluar
• A-H : kode pasien
• Pasien G sampai akhir bulan Juni belum pulang
• Pasien H masuk tanggal 20 Mei
Pada tabel diatas, tampak bahwa:
• pasien A dirawat selama 7 hari,
• pasien B dirawat 1 hari (masuk dan keluar pada hari yang sama),
• LD pasien G belum dapat dihitung karena pasien tersebut belum pulang, dan
• LD pasien H (masuk tanggal 20 Mei) adalah 18 hari.
Dari tabel diatas pula tampak bahwa ΣLD periode Juni di bangsal Mawar tersebut adalah 76 hari. Dengan cara membagi ΣLD dengan jumlah pasien yang keluar pada periode tersebut maka didapatkan rerata LD periode Juni di bangsal Mawar, yaitu: Rerata LD = 76 / 7 = 10,86 hari
Angka rerata LD ini dikenal dengan istilah average Length of Stay (aLOS). aLOS merupakan salah satu parameter dalam penghitungan efisiensi penggunaan tempat tidur (TT) suatu bangsal atau RS. aLOS juga dibutuhkan untuk menggambar grafik Barber-Johnson (BJ). Kesalahan dalam mencatat dan menghitung LD berarti juga akan menyebabkan kesalahan dalam menggambar grafik BJ dan kesalahan dalam menghitung tingkat efisiensi penggunaan TT.
Jadi, untuk bisa menghitung LD dibutuhkan data tentang tanggal masuk dan tanggal keluar (baik keluar hidup maupun mati) dari setiap pasien. Umumnya data ini tercantum dalam formulir “Ringkasan Masuk dan Keluar (RM-1)”.
Dalam beberapa kasus tidak cukup hanya mencatat tanggal masuk dan keluar saja, tapi juga butuh mencatat jam pasien tersebut masuk perawatan dan keluar perawatan, terutama jika pasien tersebut keluar dalam keadaan meninggal. Data jam ini dibutuhkan untuk menentukan apakah pasien tersebut meninggal sebelum atau sesudah 48 jam dalam perawatan. Angka statistik yang berkaitan dengan jam meninggal ini adalah Gross Death Rate (GDR) dan Net Death Rate (NDR).
Hari Perawatan (HP)
Jika LD menunjukkan lamanya pasien dirawat (dengan satuan “hari”), maka HP menunjukkan banyaknya beban merawat pasien dalam suatu periode. Jadi satuan untuk HP adalah “hari-pasien”.
Cara menghitung HP berbeda dengan cara menghitung LD (seperti telah dijelaskan terdahulu) maupun menghitung Sensus Harian Rawat Inap (SHRI). Dalam SHRI, maka angka utama yang dilaporkan adalah jumlah pasien sisa yang masih dirawat pada saat dilakukan penghitungan / sensus, sedangkan HP menghitung juga jumlah pasien yang masuk dan keluar pada hari yang sama meskipun saat dilakukan sensus pasien tersebut sudah tidak ada lagi.
Kembali pada ilustrasi penghitungan LD diatas:
Ket:
• o : tanggal masuk
• x : tanggal keluar
• A-H : kode pasien
• Pasien G sampai akhir bulan Juni belum pulang
• Pasien H masuk tanggal 20 Mei
• Diasumsikan tgl 14-24 tidak ada pasien masuk maupun keluar.
Dari tabel diatas tampak, bahwa:
• HP tanggal 5 Juni yaitu 5 hari-pasien, berarti tanggal 5 Juni beban kerja bangsal Mawar setara dengan merawat 5 pasien termasuk 1 orang pasien yang masuk dan keluar pada hari itu,
• HP tanggal 6 Juni yaitu 4 hari-pasien, berarti tanggal 6 Juni beban kerja bangsal Mawar setara dengan merawat 4 pasien,
• HP tanggal 13 Juni 2 hari-pasien, berarti tanggal 13 Juni beban kerja bangsal Mawar setara dengan merawat 2 pasien, dan
• HP tanggal 30 Juni 1 hari-pasien, berarti tanggal 30 Juni beban kerja bangsal Mawar setara dengan merawat hanya 1 pasien.
• Total HP (ΣHP) selama bulan Juni yaitu 73 hari-pasien, berarti selama bulan Juni beban kerja bangsal Mawar setara dengan merawat 73 pasien (atau rerata beban kerjanya selama bulan Juni setara dengan merawat 2,4 pasien per hari).
Dibandingkan dengan hasil sensus (SHRI), maka yang tampak berbeda adalah hasil SHRI tanggal 5 Juni dengan hasil penghitungan HP pada tanggal yang sama. Jika HP tanggal 5 ada 5 hari-pasien, maka SHRI tanggal 5 adalah 4 pasien. Berarti pada tanggal 5 beban bangsal Mawar setara dengan merawat 5 pasien, namun pada saat dilakukan penghitungan sensus (umumnya dilakukan menjelang tengah malam) yang tersisa tinggal 4 pasien. Dengan pengertian ini maka angka HP lebih bisa memberi gambaran mengenai beban kerja dibandingkan hasil sensus.
Dari angka HP dapat dihitung angka lainnya, misalnya:
• Jumlah TT terpakai (Occupaid bed / O) = ΣHP dibagi jumlah hari dalam periode tersebut.
Dalam contoh tabel diatas, berarti O = 57/30 = 1,9 buah.
• Tingkat penggunaan TT (Bed Occupancy Rate / BOR) = ΣHP dibagi (jumlah hari dikali jumlah TT tersedia) dikali 100%. Dalam contoh tabel diatas dengan asumsi bangsal Mawar memiliki 5 buah TT siap pakai, berarti BOR bangsal Mawar periode Juni = 57/(30x5)x100% = 57/150x100%=38%.
• Rerata jumlah hari dimana TT tidak terpakai atau TT menganggur (Turn Over Interval / TOI) = ((jumlah TT x jumlah hari)- ΣHP) / jumlah pasien keluar periode tersebut.
Dalam contoh tabel diatas dengan asumsi terdapat 5 TT siap pakai, berarti TOI bangsal Mawar periode Juni = ((5x30)-57)/7=13,3 hari (jumlah pasien keluar periode Juni ada 7 orang menurut tabel diatas). Jadi detiap TT rata-rata kosong 13,3 hari sebelum ditempati oleh pasien baru.
Kesimpulan
Jelas sudah bahwa LD dan HP berbeda cara pencatatan, penghitungan, dan penggunaannya. Sangat disayangkan bahwa masih cukup banyak RS yang tertukar dalam menggunakan LD dan HP untuk menghitung rumus-rumus indikator pelayanan rawat inap. Demikian pula antara LD, HP, dan SHRI.
Dengan memperhatikan cara pencatatan, penghitungan, dan penggunaan yang benar antara LD, HP, dan SHRI maka akan didapatkan informasi yang lebih akurat dan valid untuk manajemen pasien rawat inap.
posted by RanoCenter | 11:30 AM | 0 comments
12 AUGUST 2006
Pemanfaatan Informasi Kesehatan Untuk Pemasaran *)
Oleh: Rano I S
Latar Belakang
Perkembangan komputerisasi informasi kesehatan telah semakin meningkatkan baik sisi penyimpanan maupun menggunaan data kesehatan. Seorang profesional informasi kesehatan harus memahami bagaimana mengelola berbagai jenis permintaan berkaitan dengan informasi kesehatan. Permintaan informasi kesehatan untuk keperluan pemasaran semakin banyak, baik dari dalam maupun dari luar institusi. Ada kebutuhan yang yang signifikan tentang data kesehatan individual untuk kebutuhan pemasaran secara langsung. Contoh penggunaan eksternal tentang hal ini meliputi kebutuhan dari pemasok medis, alat bedah, dan perusahaan farmasi – yang membutuhkan informasi mengenai konsumen potensial. Perusahaan-perusahaan ini berminat untuk membeli daftar nama individual untuk kebutuhan pemasaran mereka. Dalam kaitan ini, data pasien sangat mungkin untuk digunakan sebagai konsumen potensial dalam hal pemberitahuan adanya fasilitas baru (misalnya, pasien penyakit jantung akan dikontak untuk pemberitahuan adanya fasilitas pemeriksaan atau pengobatan baru di unit pelayanan jantung / coronary care unit).
Contoh kebutuhan internal misalnya penggunaan data pasien untuk penawaran pelayanan atau suatu fasilitas. Daftar ini bisa merupakan daftar dari individu terpilih melalui kriteria tertentu yang memenuhi kategori khusus dari dari layanan yang ditawarkan.
Sebagai konsumen, kita juga sering menerima selebaran, brosur, atau leaflet yang berkaitan dengan pemasaran secara massal. Mereka yang tidak ingin hidupnya diganggu dengan model pemasaran massal ini tentu tidak akan mengisi informasi pada lembar yang telah disediakan. Penolakan untuk mengisi dan melengkapi instrumen pengumpulan data seperti kartu garansi, lembar undian, dan lembar pilihan konsumen, akan memutus rantai informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan pemasaran tersebut.
Data yang terkandung dalam berkas informasi kesehatan pasien tidak dapat diperlakukan sama dengan informasi yang terkumpul melalui kertu garansi atau lembar undian seperti diatas. Sekali disalahgunakan, informasi kesehatan dapat merusak dan membahayakan profesi pasien dan kehidupan pasien. Seorang profesional pelayanan kesehatan memikul tanggung jawab untuk menjaga kerahasiaan informasi yang terkumpul saat melayani pasien. Pihak rumah sakit, perawat, profesi manajemen informasi kesehatan, dokter, terapis, dan petugas pelayanan kesehatan lainnya akan menanggung resiko tanggung jawab apabila kerahasiaan informasi dari rekam medis pasiennya tidak terjaga sebagaimana mestinya.
Informasi Rahasia vs. Informasi Tidak Rahasia
Saat menghadapi permintaan untuk pelepasan informasi, selalu harus diingat untuk membedakan jenis informasi mana yang bersifat rahasia dan informasi yang tidak rahasia. Informasi rahasia dapat meliputi antara lain data klinis dan alamat pasien saat keluar – apabila berbeda dengan alamat saat masuk / mendaftar. Pelepasan informasi kesehatan yang berkaitan dengan penggunaan alakohol dan penyalahgunaan obat selayaknya mengacu pada aturan pemerintah yang berlaku. Begitu juga pelepasan informasi yang berkaitan dengan kesehatan jiwa dan kondisi sensitif lainnya, harus sangat hati-hati dan memperhatikan batasan hukum yang berlaku.
Informasi yang tidak rahasia adalah hal-hal yang secara umum telah diketahui. Untuk jenis informasi ini tidak dibutuhkan ijin khusus daripasien untuk pelepasannya. Informasi tidak rahasia antara lain :
• Nama pasien
• Verifikasi perawatan atau pelayanan rawat jalan
• Tanggal pelayanan
Penggunaan Sekunder dari Informasi Kesehatan
Berkas rekam medis telah menjadi sumber informasi yang sangat berharga bagi individu dan institusi yang tidak terlibat secara langsung dalam pelayanan kesehatan dan proses pembayaran. Kita harus tetap mengingat prinsip dasar pelepasan informasi kesehatan pada saat mengelola permintaan informasi dari mereka yang tidak terkait langsung dengan pelayanan. Ingatlah bahwa berkas rekam medis (apapun bentuknya) adalah milik rumah sakit / provider pelayanan kesehatan, tapi informasi kesehatan yang terkandung di dalamnya merupakan milik pasien.
Pelepasan informasi kesehatan harus dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menjamin hak pasien terhadap privasi dan kerahasiaannya. Berkaitan dengan semakin luas dan semakin meningkatnya penggunaan sekunder dari informasi kesehatan, Sekretaris bidang Kesehatan dan Pelayanan Kemanusiaan (Secretary of Health and Human Services) Donna Shalala mengajukan rekomendasi kepada Konggres AS pada tanggal 11 September 1997, tentang kerahasiaan informasi kesehatan. Beberapa rekomendasi tersebut antara lain :
• Informasi yang berkaitan dengan identitas pasien hanya boleh dibuka dengan ijin dari pasien atau atas perintah pengadilan
• Informasi tentang pasien selayaknya hanya digunakan dalam lingkungan organisasi untuk tujuan yang sesuai dengan tujuan pengumpulan data dan informasi pasien tersebut
• Provider dan penanggung pembayaran tidak diijinkan untuk mengakses catatan kondisi, pengobatan, pembayaran, dan lembar kesepakatan pasien – kecuali bila informasi itu dibutuhkan untuk keperluan pengobatan atau pembayaran.
• Semua pelepasan informasi yang berkaitan dengan identitas pasien harus diupayakan seminimal mungkin dan hanya untuk kebutuhan pelepasan informasi itu saja.
Shalala juga mengajukan rekomendasi kepada Konggres AS berkaitan dengan pembatasan penggunaan informasi kesehatan, antara lain :
• Provider dan penanggung pembayaran diijinkan untuk menggunakan informasi kesehatan hanya untuk kebutuhan yang berkaitan langsung dengan tujuan pengumpulan informasi tersebut, atau untuk tujuan yang memang mereka diberi hak untuk menggunakan infomasi kesehatan tersebut. Misalnya, provider boleh menggunakan informasi kesehatan berkaitan dengan identitas pasien untuk mengirim surat pemberitahuan yang mengingatkan jadwal kontrol. Informasi kesehatan berkaitan dengan identitas pasien ini tidak boleh digunakan untuk pengiriman surat pemberitahuan adanya produk atau jasa servis baru – walaupun mungkin produk atau jasa tersebut bermanfaat bagi si pasien.
• Kenyataan bahwa organisasi (RS) memegang keberadaan informasi tidak lalu menjadikan organisasi tersebut dapat menggunakan informasi itu dengan “seenaknya” baik untuk keperluan didalam maupun diluar organisasi. Organisasi pemegang informasi ini justru harus bisa menentukan dengan tepat dan secara eksplisit – aktifitas mana yang berkaitan langsung dengan kegiatan pelayanan kesehatan mereka – untuk menjamin penggunaan informasi kesehatan yang berkaitan dengan identitas pasien. Penggunaan lainnya hanya dapat dibenarkan setelah ada ijin dari pasien, atau atas permintaan pengadilan.
Rekomendasi Untuk Mengelola Permintaan Pemasaran
• Lakukan peninjauan / review terhadap kebijakan pelepasan informasi yang berlaku. Apakah kebijakan tersebut telah mengatur pula pengelolaan permintaan informasi untuk keperluan pemasaran ?
• Tentukan aturan kepemilikan untuk pelepasan informasi bagi keperluan pemasaran. Pastikan juga siapa yang bertanggung jawab terhadap proses ini.
• Kembangkan kebijakan yang mengatur akses terhadap informasi pasien untuk tujuan pemasaran baik internal maupun eksternal. Salah satu pendekatan untuk mengembangkan kebijakan ini adalah dengan advokasi kepada direksi yang berwenang (institutional review board). Jika institusi / RS Anda belum memiliki institutional review board, Anda dapat bekerja sama dengan komite yang bertanggung jawab untuk hal ini – misalnya manajer informasi kesehatan atau komite rekam medis.
• Lindungi identitas pasien dan provider. Identitas pasien dapat diambil dari berbagai elemen data. Data tunggal maupun kombinasi yang dapat berisi identitas pasien, antara lain : nama, nomor RM, tanggal lahir, jenis kelamin, status marital, pekerjaan, alamat, nomor telepon, termasuk juga karakteristik fisik yang unik.
• Latih dan didik staf terkait tentang issue sekitar penggunaan sekunder dari informasi kesehatan – siagakan mereka agar selalu sadara terhadap tanggung jawabnya berkaitan dengan kegiatan pelepasan informasi kesehatan.
• Bersikaplah proaktif dalam proses pengambilan keputusan berkaitan dengan penggunaan informasi pasien.
• Ikuti perkembangan mengenai hukum dan peraturan yang berkaitan dengan hal ini
Sumber :
Julie J. Welch, RRA, Issue: Release of Information for Marketing Purposes, Journal of AHIMA, Januari 1998
*) Artikel ini pernah dimuat dalam buetin ESSENSI (buletin rekam medis dan manajemen informasi kesehatan) edisi 3
posted by RanoCenter | 3:57 PM | 3 comments
10 AUGUST 2006
Elemen Data Inti untuk KIUP *)
Oleh : Rano IS
Deskripsi
Kartu Indeks Utama Pasien (KIUP), baik dalam bentuk kertas maupun dalam format elektronik, selayaknya disusun secara akurat karena merupakan sumber data yang sangat penting dalam sarana pelayanan kesehatan. KIUP berfungsi sebagai alat pelacak data pasien dan sarana komunikasi antar bagian dalam pelayanan kesehatan pasien. KIUP digunakan untuk mengidentifikasi semua pasien yang pernah mendapat pelayanan dan merupakan catatan nomor rekam medis mereka berkaitan dengan nama pasien sebagai kuncinya. Indeks nama ini dapat dikelola secara manual atau sebagai bagian dari sistem komputer. Masa retensi KIUP bergantung kepada penggunaannya. Umumnya, untuk fasilitas pelayanan kesehatan (misalnya rumah sakit) KIUP disimpan secara permanen (diabadikan). Untuk pihak asuransi atau badan lainnya, bisa jadi memiliki kebijakan masa retensi KIUP yang berbeda.
Elemen Data
Elemen data yang terkandung dalam KIUP akan membantu untuk : selayaknya memenuhi hal-hal berikut ini :
• Mencocokkan pasien yang sedang didaftar dengan data pribadi mereka.
• Memperkecil terjadinya berkas ganda, baik dalam suatu fasilitas pelayanan maupun antar fasilitas pelayanan kesehatan.
• Menunjang penggabungan seluruh KIUP yang ada untuk membentuk satu KIUP global.
• Menunjang akses terhadap berkas pelayanan kesehatan jangka panjang
Semua hal ini akan dapat mempercepat akses informasi pasien, yang pada akhirnya merupakan keuntungan bagi pihak pasien maupun rumah sakit (provider kesehatan).
Untuk mencapai tujuan ini, AHIMA telah merekomendasikan elemen data inti yang harus terkandung dalam KIUP, seperti dalam tabel 1 berikut ini :
Elemen Data Inti yang Harus Terkandung Dalam KIUP
* Tipe data sesuai dengan deskripsi dari Health Level 7 Versi 2.3 (HL7, 1996) dan E1238.94 (ASTM, 1994)
Identifikasi pasien internal
• Identitas primer yang dibutuhkan oleh rumah sakit untuk mengidentifikasi pasien saat mendaftar (misalnya, nomor rekam medis)
Nama pasien
• Nama lengkap dan sah dari pasien, termasuk inisial, sebutan akhir (misalnya, Junior, IV), dan juga awalan (misalnya, Pastor, Dokter)
Tanggal lahir
• Tanggal lahir pasien. Meliputi tanggal, bulan dan tahun. Tahun kelahiran sebaiknya dicatat lengkap (4 digit), bukan hanya 2 angka tertakhirnya saja.
Catatan tanggal lahir (qualifier)
• Catatan penegasan yang menyatakan bahwa tanggal lahir pasien merupakan tanggal sebenarnya, atau hanya perkiraan (estimasi). Catatan ini akan menjelaskan bagian mana yang pasti diketahui dan mana yang hanya kira-kira (misalnya berbunyi “aktual”, “estimasi”)
Jenis kelamin (gender)
• Jenis kelamin pasien (misalnya laki-laki, perempuan, tidak diketahui atau tidak dapat diidentifikasikan)
Suku bangsa (ras / etnik)
• Suku bangsa pasien (atau jenis ras). Di Amerika, ras dicatat untuk keperluan statistik.
Alamat
• Catatan alamat atau lokasi tempat tinggal pasien. Pencatatan alamat ini harus lengkap, meliputi nama jalan, nomor (rumah / apartemen), kota, propinsi, kode pos, negara, dan juga jenis tempat tinggal (misalnya tempat tinggal tetap / permanen atau hanya alamat surat)
Alias / nama lain
• Nama lain yang dimiliki dan dikenal sebagai sebutan dari pasien tersebut selain nama aslinya.
Nomor identitas penduduk
• Nomor identifikasi personal yang diterbitkan oleh pemerintah (misalnya KTP di Indonesia atau SSN di Amerika)
Kode identitas fasilitas pelayanan kesehatan
• Nomor identitas dari fasilitas pelayanan ksehatan yangdituju oleh pasien. The Health Care Financing Administration (HCFA) telah mengembangkan sistem kode penomoran yang berlaku universal untuk setiap jenis fasilitas pelayanan kesehatan. Hal yang sama juga telah dikembangkan oleh the American Hospital Association (AHA). Sistem kode penomoran dari AHA dikembangkan secara terpusat, diperbarui secara periodik, mencakup sektor swasta dan pemerintah.
Kode nomor keuangan (Account number)
• Kode nomor yang digunakan oleh bagian keuangan atau akunting untuk mencatat semua pembiayaan dan pembayaran
Tanggal kunjungan (masuk)
• Tanggal kunjungan pasien. Setiap kunjungan dicatat secara lengkap tanggal, bulan dan tahunnya.
Tanggal pulang (discharge)
• Tanggal kepulangan atau kematian pasien. Setiap tanggal dicatat secara lengkap dengan bulan dan tahunnya.
Jenis kunjungan
• Kategori dari jenis kunjungan, misalnya IGD, URI, URJ, Home care, layanan elektronik (e-mail, Internet, telemedicine), dan sebagainya
Disposisi pasien
• Disposisi saat pasien pulang / keluar dari perawatan. Misalnya pulang ke rumah, dikirim ke RS khusus, pulang dengan pemantauan kunjungan rumah, pulang paksa, meninggal, dikirim ke RS lain, atau disposisi lainnya sesuai jenis dari KIUPnya.
Elemen Data Tambahan (Opsional)
Elemen data berikut ini merupakan data tambahan dan bersifat opsional. Pencatatan satu atau beberapa elemen data ini dapat diharapkan membantu pelayanan gawat darurat, menunjang keakuratan identifikasi pasien selama proses registrasi, dan menunjang pencarian informasi pada masa mendatang. Bagaimanapun, tetap harus diperhatikan bahwa elemen data klinis bersifat sensitif dan rahasia. Oleh karena itu, akses terhadap jenis data ini hendaklah tetap terbatas hanya kepada mereka yang berhak untuk tahu saja.
Status Marital
• Catatan status perkawinan, misalnya belum menikah, menikah, hidup berpisah, janda, duda, atau tidak terdefinisikan
Nomor telepon
• Nomor telepon pasien yang dapat dihubungi pada saat dibutuhkan. Dalam hal ini bisa nomor telepon rumah, kantor, teman, tetangga, atau saudara.
Nama keluarga dari ibu
• Catatan nama keluarga, nama kecil, atau nama akhir dari ibu pasien.
Tempat lahir
• Kota, propinsi, dan negara tempat pasien dilahirkan
Konsultan langsung (advance directive) dan Pengganti pengambil keputusan (surrogate decision making)
• Advance directive adalah catatan tentang seseorang yang dapat segera dihubungi karena mengetahui / memahami keadaan dan riwayat kesehatan pasien tersebut. Advance directive akan dibutuhkan saat pasien tidak dapat berkomunikasi atau tidak mampu menjelaskan keadaannya kepada petugas medis. Surrogate decision making adalah catatan tentang seseorang yang dapat menggantikan pasien untuk mengambil keputusan medis. Hal ini merupakan cara alternatif untuk mengambil keputusan medis terhadap pasien. Langkah ini ditempuh apabila tidak ada advance directive pada saat pasien tersebut tidak mampu untuk memberikan keputusan medis.
Status sebagai donor organ tubuh
• Catatan yang menyatakan apakah pasien tersebut telah bersedia untuk mendonorkan organ tubuhnya apabila meninggal.
Kontak kegawatdaruratan
• Catatan tentang nama, alamat, telepon, dan hubungan terhadap pasien yang merupakan alternatif pertama untuk dihubungi berkaitan dengan keadaan kesehatan pasien.
Alergi / reaksi
• Catatan mengenai riwayat alergi yang pernah dialami pasien berkaitan dengan riwayat medisnya. Informasi ini selayaknya berdasarkan kepastian dari pasien atau orang yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi ini. Catatan ini juga meliputi bentuk / manifestasi dari reaksi alergi tersebut.
Daftar masalah
• Catatan tentang daftar masalah kesehatan dari pasien tersebut atau diagnosanya.
Sumber :
Issue: Master Patient (Person) Index (MPI)-Recommended Core Data Elements. Journal Of Ahima -- Practice Briefs, July 1997
*) Artikel ini pernah dimuat di buletin ESSENSI (buletin Rekam Medis dan Manajemen Informasi Kesehatan) edisi 5
posted by RanoCenter | 2:49 PM | 0 comments
Hak Pasien Terhadap Informasi Kesehatan Mereka *)
Oleh : Rano I S
Apa saja hak pasien terhadap berkas rekam medis mereka berkaitan dengan informasi kesehatan yang terkandung didalamnya ?. The Medical Records Institute merumuskan hak-hak pasien tersebut seperti berikut ini :
1. Hak privasi – pasien memiliki hak untuk menjaga kerahasiaan informasi kesehatan mereka. Informasi yang terkandung dalam berkas rekam medis harus dijaga kerahasiaan dan keamanannya. Penggunaan rekam medis berbasis komputer / elektronik selayaknya harus lebih terjaga kerahasiaan dan keamanannya dibandingkan dengan rekam medis berbasis kertas.
2. Hak untuk mengakses / melihat informasi kesehatan pribadi Meskipun perdebatan tentang kepemilikan rekam medis masih sering diperdebatkan, namun secara umum telah mulai disepakati bahwa pihak provider (rumah sakit, klinik, dll) berhak atas kepemilikan rekam medis secara fisik. Fisik atau media rekam medis ini dapat berupa lembaran berkas atau media penyimpanan di komputer. Isi / kandungan informasi dari rekam medis dimiliki secara bersama oleh pihak provider dan pasien. Beberapa provider mungkin belum siap untuk mengijinkan pasiennya melihat / mengakses berkas rekam medisnya atau melayani permintaan fotokopi untuk itu. Namun secara umum, pihak provider akan melayani kebutuhan hak pasien ini. Jadi, pasien berhak melihat, mengakses, atau meminta fotokopi / salinan dari berkas rekam medis mereka. Tentu saja hal ini akan berkaitan dengan konsekuensi adanya biaya penggantian fotokopi dan pengelolaannya. Hak untuk memasukkan / menambahkan catatan dalam rekam medis Pelaksanaan hak ini tentu melalui prosedur dan alur yang telah ditentukan oleh pihak provider, misalnya melalui unit atau komite yang bersangkutan. Pasien memiliki hak untuk menambahkan catatan atau menambahkan penjelasan kedalam berkas rekam medis mereka.
3. Hak untuk tidak mencantumkan identitas (anonim) Hak ini berlaku apabila pasien tersebut membayar sendiri biaya pelayanan kesehatannya (tidak melalui penjaminan atau asuransi). Dalam hal ini pasien berhak untuk menutup / menjaga informasi dirinya selama pelayanan kesehatan (termasuk juga rencana kesehatannya). Beberapa informasi hanya boleh dibuka untuk kepada dokter atau pihak tertentu saja dengan pernyataan tertulis dan spesifik dari pasien yang bersangkutan.
4. Hak untuk mendapatkan riwayat kehidupan medis yang baru Beberapa pasien akan merasa terperangkap dalam diagnosis medis tertentu atau catatan tertentu dalam rekam medis mereka, misalnya saja pasien kesehatan mental. Pasien memiliki hak untuk memulai kehidupan medis yang baru dengan mulai membuat rekam medis yang baru.
Sumber : Patient Rights Regarding Your Health Information. Medical Records Institute’s web site.
*) Artikel ini pernah dimuat di Buletin ESSENSI (buletin Rekam Medis dan Manajemen Informasi Kesehatan) edisi 5
posted by RanoCenter | 2:37 PM | 0 comments
02 AUGUST 2006
Pengelolaan Rekam Medis Multimedia *)
Panduan bagi Manajer Informasi Kesehatan
oleh: Rano I Sudra
Latar Belakang
Informasi kesehatan telah banyak mengalami perkembangan dalam beberapa tahun terakhir ini. Hampir keseluruhan konsep tentang apa informasi kesehatan telah kembali di definisikan. Berkaitan dengan itu, peran seorang manajer informasi kesehatan harus terus pula dikembangkan untuk mendukung tugas dan tuntutan baru ini. Kemampuan mengelola rekam medis multimedia merupakan perkembangan alamiah dari profesi informasi kesehatan. Beberapa issue yang berkembang disekitar pengelolaan rekam medis saat ini antara lain :
• Apa yang dimaksud dengan Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) / Health Information Management (HIM) ?
• Bagaimana kita mengelola data multimedia ?
• Bagaimana kita mengatasi peralihan ini ?
Manajemen Informasi Kesehatan
Manajemen rekam medis telah berkembang menjadi manajemen informasi kesehatan dengan dukungan perkembangan teknologi. Rekam medis bukan lagi sekedar membuat ringkasan pasien keluar, laporan perkembangan, lembar perintah dokter, atau resume. Laporan langsung dari laboratorium dan farmasi, x-ray, fotografi, video, film, dan rekaman suara / audio juga merupakan bagian dari data klinis seorang pasien. Semua informasi yang dihasilkan tentang seorang pasien dalam fasilitas kesehatan – harus digolongkan sebagai bagian dari rekam medis.
Manajemen informasi kesehatan tidak hanya mengumpulkan data pasien di fasilitas tersebut (misalnya RS), tetapi juga melindungi dan menjaga kerahasiaannya, melakukan interpretasi, dan menganalisanya untuk membuat keputusan. Jadi, memadukan berbagai jenis data untuk membentuk rekam medis yang utuh merupakan tantangan baru. Penggunaan rekam medis atau informasi kesehatan bervariasi mulai dari pelayanan kesehatan pasien dasar hingga akreditasi RS, dari tren peningkatan kualitas sampai riset medis dan pendidikan. Semua ini – dan pemanfaatan lain dari informasi kesehatan – membutuhkan ketersediaan informasi yang lengkap dan terkini. Kenyataan bahwa data kesehatan saat ini dibuat dan dihasilkan dalam berbagai tipe media menjadikan tantangan bagi profesi informasi kesehatan.
Format Data Multimedia
Bentuk sediaan kertas masih tetap merupakan bentuk yang paling umum dari rekam medis. Namun, saat ini telah berkembang bentuk dan format lain yang mendampingi rekam medis bentuk kertas. Sudah banyak fasilitas pelayanan yang memiliki sistem laboratorium dan farmasi elektronik yangmemungkinkan untuk melihat dan memantau informasi pasien secara online. Bersamaan dengan itu, timbul kebutuhan untuk menyimpan versi cetak dari data pasien kedalam berkas rekam medisnya.
Selain kertas, bahan lain yang sering ditemukan dalam berkas RM adalah monitoring strip. Strip ini biasanya diarsip dalam lembar grafik, ditempelkan di kertas, atau disimpan dalam kantong folder. Bisa juga sebagian strip digabungkan dalam rekam medis sebagai sample, sedangkan sisa keseluruhannya disimpan secara terpisah. Hasil foto juga sering digabungkan dalam berkas RM. Bagaimanapun juga, masih ada bentuk data lainnya yang harus dikelola untuk membentuk rekam medis yang lebih lengkap dan komprehensif.
Rekaman video, suara / audio, x-ray, dan bentuk media lainnya harus dianggap dan diperlakukan sebagai bagian dari rekam medis pasien. Hal ini ternyata juga menimbulkan kesulitan karena umumnya bentuk-bentuk media ini tidak dapat diarsipkan begitu saja kedalam rekam medis kertas. Seorang manajer informasi kesehatan harus menyadari adanya tantangan ini dan berupaya menemukan cara yang tepat untuk bisa memadukan semua bentuk informasi kesehatan pasien – sehingga tercipta rekam medis pasien yang kompleks dan lengkap.
Berikut ini adalah beberapa langkah untuk memadukan semua informasi kesehatan pasien :
• Pelajari bentuk komposisi rekam medis yang saat ini digunakan
• Tentukan apakah semua informasi kesehatan pasien telah dikumpulkan dan apakah telah dikelola secara terpadu
• Lakukan evaluasi, apakah masih ada data pasien yang belum dipadukan dalam rekam medis yang bersangkutan
• Pelajari bagaimana penggunaan dan pelepasan informasi - yang umumnya belum dipadukan dalam rekam medis ini. Apakah prosedurnya telah menjamin aspek kerahasiaannya ?
• Pelajari media penyimpanan yang dibutuhkan untuk model informasi yang saat ini masih belum terpadu dalam rekam medis
• Adakan pertemuan dan diskusi dengan staf yang terkait dengan pengelolaan informasi kesehatan yang belum terpadu dalam rekam medis tadi
• Tawarkan dan diskusikan model koordinasi untuk memadukan bagian-bagian informasi kesehatan tersebut agar terbentuk satu kesatuan rekam medis multimedia yang lengkap
Memadukan Format Data Multimedia
Memadukan berbagai format data multimedia dapat dilakukan melalui beberapa cara. Sistem rekam medis berbasis komputer (Computer-based patient record / CPR) dapat didayagunakan dan menghasilkan rekam medis multimedia. Sistem CPR ini mampu menangkap dan menyimpan data dalam berbagai format yang berbeda. Jika semua format media seorang pasien telah disimpan dan dikelola dengan menggunakan satu identitas / nomor RM yang bersangkutan (unit numbering system), maka akan terbentuk satu rekam medis yang komprehensif.
Karena sebagian besar RS belum memiliki dan mendayagunakan sistem CPR, maka seorang profesional informasi kesehatan harus paham benar saat memadukan berbagai format data multimedia dengan data dasar pasien. Bentuk microfilm dan microfiche adalah contoh dari rekam medis yang sudah banyak dikenal oleh seorang profesional informasi kesehatan. Namun, rekaman video, audio, film, foto, dan x-ray sering kali belum dianggap sebagai bagian dari rekam medis. Semua ini merupakan tanggung jawab profesi informasi kesehatan untuk menginformasikan dan mendidik unit lain tentang betapa pentingnya bagian dari data ini dalam manajemen informasi kesehatan.
Melalui Masa Transisi
Disamping pertimbangan untuk mengimplementasikan sistem CPR, langkah esensial lainnya adalah membentuk tim yang terdiri dari multidisiplin sektor untuk menyusun dan mengembangkan issue yang berkaitan dengan rekam medis multimedia. Seorang profesional informasi kesehatan harus dapat berperan sebagai organisator tim dan mengarahkan visi tim. Salah satu tujuan utama tim ini adalah untuk mengembangkan rencana terpadu. Rencana ini hendaknya mencakup daftar data pasien yang membutuhkan keterpaduan untuk membangun rekam medis yang lengkap. Rencana ini juga hendaknya mengidentifikasi kebijakan dan prosedur dalam membangun dan mengelola rekam medis multimedia. Tim ini juga dapat membantu proses identifikasi issue dan solusi sekitar pengelolaan rekam medis multimedia ini.
Penerimaan lingkungan dan ketersediaan tempat penyimpanan merupakan dua issue yang harus dihadapi oleh profesi informasi kesehatan. Unit atau departemen lain mungkin tidak sependapat bahwa produk mereka, misalnya x-ray, merupakan bagian dari rekam medis. Pertemuan dengan staf departemen / unit tersebut dan berdiskusi mengenai keuntungan memadusatukan data pasien tersebut – bisa mendorong mereka dan ikut membentuk pola pikir yang searah.
Bekerja sama secara multidisiplin sektor lain ini akan membantu membuka pintu kearah penerimaan untuk memadusatukan format multimedia guna membentuk rekam medis yang lengkap.
Issue tentang tempat penyimpanan dapat menjadi masalah saat berbagai format multimedia harus disimpan di unit rekam medis (URM). Kebanyakan URM biasanya telah memiliki prediksi kebutuhan tempat penyimpanan ini. Dengan masuknya tambahan bermacam format multimedia kedalam berkas atau unit dapat menyebabkan tempat yang telah direncanakan untuk mengelola rekam medis menjadi tidak cukup lagi. Pengorganisasian ulang tempat dan media penyimpanan mungkin perlu dibahas dan menjadi bagian dari rencana tim. Tim ini mungkin bisa mengembangkan ide untuk mengatasi keterbatasan tempat dimasa mendatang.
Sumber :
Jennifer E. Carpenter, RRA, Issue: Managing Multimedia Medical Records: A Health Information Manager's Role, Jurnal of AHIMA - HIM practice associate, Februari 1998.
*) artikel ini pernah dimuat dalam Buletin ESSENSI (buletin rekam medis & manajemen informasi kesehatan, edisi 3)
posted by RanoCenter | 8:49 AM | 0 comments
30 JULY 2006
Program Transfer S-1 Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) Akhir Pekan di UMS
Fakultas Ilmu Kedokteran Univ Muhammadiyah Surakarta - Program studi Kesehatan Masyarakat membuka program transfer S-1 MIK.
Program ini untuk menampung minat alumni D3 Kesehatan (APIKES, AKPER, AKBID, AKZI, AKLI, dll) dan D3 non Kesehatan (D3 manajemen, D3 komputer, dll).
Program dengan jadwal 4 semester ini direncanakan untuk kuliah Akhir Pekan (Jumat-Sabtu).
Pendaftaran sampai akhir Agustus 2006.
Kurikulum lengkap akan segera dipublish di RanoCenter's Blog ini.
posted by RanoCenter | 10:41 AM | 1 comments
Minggu, 15 Juli 2007
INFORMED CONCENT
THALASEMIA
THALASEMIA
A. PENGERTIAN
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan yang ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin.
Macam – macam Thalasemia :
1. Thalasemia beta
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
a. Thalasemia beta mayor
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama kehidupan.Kedua orang tua merupakan pembawa “ciri”. Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium, ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali.
b. Thalasemia Intermedia dan minor
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin dalam serum meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat.
2. Thalasemia alpa
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a
B. ETIOLOGI
Faktor genetik
C. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya peningkatan compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta kerusakan yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ (hemosiderosis).
Pathway
Hemoglobin perinatal
(HbA)
rantai rantai
thalasemia ……… defisiensi sintesa rantai
sintesa rantai a
kerusakan pembentukan hemoglobinn
hemolisis
anemia berat
pembentukan eritrosit dan oleh sumsum tulang dan suplai dari transfusi
hemolisis suplemen RBCs
fe meningkat
hemosiderosis
Thalasemia
Menstimulasi
eritropoesis
Hiperplasia sel darah merah hemapoesis
sumsum tulang rusak ekstramedula
Perubahan hemolisis splenomegali
skeletal limfadenopati
Anemia hemosiderosis hemokromatosis
Maturasi kulit kecoklatan fibrosis
Seksual dan
Pertumbuhan
terlambat
jantung liver kandung pancreas limpa
empedu
gagal sirosis kolelitiasis diabetes splenomegali
jantung
D. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1. Letargi
2. Pucat
3. Kelemahan
4. Anoreksia
5. Sesak nafas
6. Tebalnya tulang kranial
7. Pembesaran limpa
8. Menipisnya tulang kartilago
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah merah, yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang immature, penurunan hemoglobin dan hematrokrit.
Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.
F. PENATALAKSAAN
1. Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan.
2. Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan. Desferiprone merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun manfaatnya lebih rendah dari desferal dan memberikan bahaya fibrosis hati.
3. Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada tanda – tanda hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau karena sangat besarnya limpa.
4. Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.
G. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Fisik
Melakukan pemeriksaan fisik.
Kaji riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan anemia dan riwayat penyakit tersebut dalam keluarga.
Observasi gejala penyakit anemia.
2. Pengkajian Umum
Pertumbuhan yang terhambat
Anemia kronik.
Kematangan seksual yang tertunda.
3. Krisis Vaso-Occlusive
Sakit yang dirasakan
Gejala yang berkaitan dengan ischemia dan daerah yang berhubungan.
- Ekstremitas: kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai rasa sakit yang menjalar.
- Abdomen : sakit yang sangat sehingga dapat dilakukan tindakan pembedahan
- Cerebrum : stroke, gangguan penglihatan.
- Pinggang : gejalanya seperti pada penyakit paru-paru basah.
- Liver : obstruksi jaundise, koma hepatikum.
- Ginjal : hematuria.
Efek dari krisis vaso-occclusive kronis adalah:
Hati: cardiomegali, murmur sistolik
Paru-paru: gangguan fungsi paru-paru, mudah terinfeksi.
Ginjal: ketidakmampuan memecah senyawa urin, gagal ginjal.
Genital: terasa sakit, tegang.
Liver: hepatomegali, sirosis.
Mata: ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan penglihatan, kadang menyebabkan terganggunya lapisan retina dan dapat menyebabkan kebutaan.
Ekstremitas: perubahan tulang-tulang terutama bisa membuat bungkuk, mudah terjangkit virus salmonela osteomyelitis.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan hemoglobin abnormal, penurunan kadar oksigen , dehidrasi.
2. Nyeri berhubungan dengan anoxia membran (vaso occlusive krisis)
3. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak pada fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan ketidaknormalan hemoglobin, penurunan oksigen, dehidrasi.
Tujuan:
a. Jaga agar pasien mendapat oksigen yang cukup
Intervensi keperawatan:
Ukur tekanan untuk meminimalkan komplikasi berkaitan dengan eksersi fisik dan stres emosional
Rasional: menghindari penambahan oksigen yang dibutuhkan
- Jangan sampai terjadi infeksi
- Jauhkan dari lingkungan yang beroksigen rendah.
Hasil yang diharapkan:
Hindarkan anak dari situasi yang dapat menyebabkan kekurangan oksigen dalam otak.
b. Jaga agar anak tidak mengalami dehidasi
Intervensi keperawatan.
1) Observasi cairan infus sesuai anjuran (150ml/kg) dan kebutuhan minimum cairan anak; infus.
Rasional: agar kebutuhan cairan ank dapat terpenuhi.
2) Meningkatkan jumlah cairan infus diatas kebutuhan minimum ketika ada latihan fisik atau stress dan selam krisis.
Rasional: agar tercukupi kebutuhan cairan melalui infus.
3) Beri inforamasi tertulis pada orang tua berkaitan dengan kebutuhan cairan yang spesifik.
Rasional: untuk mendorong complience.
4) Dorong anak untuk banyak minum
Rasional: untuk mendorong complience.
5) Beri informasi pada keluarga tentang tanda – tanda dehidrasi
Rasional: untuk menghindari penundaan terapi pemberian cairan.
6) Pentingnya penekanan akan pentingnnya menghindari panas
Rasional: menghindari penyebab kehilangan cairan.
Hasil yang diharapkan:
Anak banyak minum dan jumlah cairan terpenuhi sehingga tidak terjadi dehidarsi.
c. Bebas dari infeksi
Intervensi keperawatan
1) Tekankan pentingnya pemberian nutrisi; imunisasi yang rutin, termasuk vaksin pneumococal dan meningococal; perlindungan dari sumber – sumber infeksi yang diketahui; pengawasan kesehatan secara berkala.
2) Laporkan setiap tanda infeksi pada yang bertanggung jawab dengan segera.
Rasional: agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan.
3) Beri terapi antibiotika
Rasional: untuk mencegah dan merawat infeksi.
Hasil yang diharapkan:
Anak terbebas dari infeksi.
d. Menurunnya resiko yang berhubungan dengan efek pembedahan.
Intervensi keperawatan
1) Jelaskan pentingnya transfusi darah
Rasional: untuk meningkatkan konsentrasi Hb A
2) Jaga anak agar tidak dehidrasi
3) Bujuk anak agar tidak tegang.
Rasional: Kecemasan dapat meningkatkan kebutuhan oksigen.
4) Beri anlgesik
Rasional: agar anak merasa nyaman dan menurunkan respon cemas.
5) Mencegah kegiatan yang tidak perlu
Rasional: untuk mencegah penambahan kebutuhan oksigen.
6) Jaga bersihan jalan nafas postoperasi
Rasional: untuk mencegah infeksi
7) Lakukan latihan ROM pasif
Rasional: untuk memacu sirkulasi.
8) Kolaborasi untuk pemberian oksigen
Rasional: untuk menambah kadar hemoglobin.
9) Obsevasi tanda – tanda infeksi.
Rasional: agar dapat cepat ditangani.
Hasil yang diharapkan:
Ketika anak dioperasi tidak mengalami krisis.
2. Nyeri berhubungan dengan anoksia membran (krisis vaso-occlusive)
Tujuan:
Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak
Intervensi keperawatan:
1) Jadwalkan medikasi untuk pencegahan secara terus – menerus meskipun tidak dibutuhkan.
Rasional: untuk mencegah sakit.
2) Kenali macam – macam analgetik termasuk opioid dan jadwal medikasi mungkin diperlukan.
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana rasa sakit dapat diterima.
3) Yakinkan si anak dan keluarga bahwa analgetik termasuk opioid, secara medis diperlukan dan mungkin dibutuhkan dalam dosis yang tinggi.
Rasional: karena rasa sakit yang berlebihan bisa saja terjadi karena sugesti mereka.
4) Beri stimulus panas pada area yang dimaksud karena area yang sakit
5) Hindari pengompresan dengan air dingin
Rasional: karena dapat meningkatkan vasokonstriksi
Hasil yang diharapkan:
Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak.
3. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.
Tujuan:
a. Agar mendapatkan pemahaman tentang penyakit tersebut
Intervensi keperawatan:
1) Ajari keluarga dan anak yang lebih tua tentang karakteristik dari pengukuran – pengukuran.
Rasional: untuk meminimalkan komplikasi.
2) Tekankan akan pentingnya menginformasikan perkembangan kesehatan, penyakit si anak.
Rasional: untuk mendapatkan hasil kemajuan dari perawatan yang tepat.
3) Jelaskan tanda – tanda adanya peningkatan krisis terutama demam, pucat dan gangguan pernafasan.
Rasional: untuk menghindari keterlambatan perawatan.
4) Berikan gambaran tentang penyakit keturunan dan berikan pendidikan kesehatan pada keluargatentang genetik keluarga mereka.
Rasional: agar keluarga tahu apa yang harus dilakukan.
5) Tempatkan orang tua sebagai pengawas untuk anak mereka.
Rasional: agar mendapatkan perawatan yang terbaik.
Hasil yang diharapkan:
Anak dan keluarga dapat benar – benar mengetahui tentang penyakit si anak secara etiologi dan terapi – terapinya.
b. Agar menerima dorongan yang cukup.
Intervensi keperawatan:
1) Mengacu pada organisasi yang terpercaya.
Rasional: Untuk mendukung proses perawatan.
2) Daftarkan anak pada klinik anemia
Rasional: untuk mendapatkan perawatan yang tepat.
3) Selalu waspada terhadap suatu keluarga bila 2 atau lebih anggota keluarganya terjangkit penyakit ini.
Hasil yang diharapkan:
Keluarga dapat mengambil manfaat dari layanan tersebut dan abnak dapat menerima perawatan dari fasilitas yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius, 2000
Sacharin, Rossa M. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Alih Bahasa R.F. Maulany. Jakarta : EGC, 1996.
Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta, 2001.
Wong, Donna L, Christina Algiere Kasparisin, Caryn Stoer mer Hess. Clinical Manual Pediatric Nursing. Fourth edition. St. Louis : Mosby Year Book, 1996.
Wong, Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing Care. St. Louis : Mosby Company, 2002.
CHEKLIST PENGKAJIAN SISTEM HEMATOLOGI
PADA KLIEN DENGAN THALASEMIA
A. Data umum
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Latar belakang suku :
5. Latar belakang budaya :
B. Riwayat penyakit
1. Riwayat Penyakit sekarang
a. Keluhan utama :
b. Alasan masuk RS :
2. Riwayat penyakit dahulu
3. Penampilan umum
Pucat
Tanda nyeri
Bentuk tubuh abnormal
Dehidrasi
4. Tanda – tanda Vital
Tekanan darah :
Nadi :
Suhu :
Pernafasan :
Perubahan BB :
Perubahan TB :
C. Pengkajian system integumen
1. Kulit dan membran mukosa
Pucat
Sianosis
Joundice
Lesi yang sulit sembuh
Pigmentasi
Koreng pada tungkai
Kulit tangan dan kaki mengelupas
2. Kuku
Cembung
Datar
Mudah patah
Clubbing
3. Rambut
Tekstur
Pertumbuhan
4. Mata
Edema
Kemerahan
Perdarahan
Ketidaknormalan lensa
Gangguan penglihatan
Kebutaan
D. Pengkajian system Gastrointestinal
1. Gangguan
Mual
Muntah
Kesulitan menelan
Anoreksia
Penurunan BB
2. Mulut
Membran mukosa kemerahan
Luka
3. Lidah
Nyeri
Tekstur
Ada papil
Ada alur/garis
Warna
4. Perut
Splenomegali
Hepatomegali
Adanya nyeri
Sirosis
E. Pengkajian system kardiovaskuler
Aritmia
Murmur
Gagal jantung
Nyeri
Nafas pendek
Kelelahan
F. Pengkajian system respiratori
Sesak nafas
Perubahan suara nafas
G. Pengkajian system muskuloskeletal
1. ROM
2. Tulang
Nyeri
Kaku
Bengkak
Penipisan kortek tulang panjang
Penipisan tulang kartilago
Penebalan tulang kranial
3. Jaringan lunak
Edema
Abses
H. Pengkajian system genitourinaria
Hematuri
Inkontinensia
Menstruasi yang berlebihan
Nyeri/sakit
I. Pengkajian system neurology
Pusing
Kelemahan
Sulit tidur
Perubahan perilaku
Mati rasa/kaku
J. Riwayat yang berhubungan dengan latar belakang
1. Penyakit atau kondisi yang menyertai
Sakit berulang
Proses infeksi
Gangguan hati, ginjal, jantung
2. Riwayat keluarga
Anemi
3. Riwayat sosial
Orang tua yang terpapar zat radioaktif
4. Riwayat pengobatan
Penggunaan obat dalam waktu lama
K. Diagnosa penunjang
1. Laborat
Tes darah lengkap :
Tes darah putih :
Hematokrit :
Hemoglobin :